Wednesday, December 31, 2014

Sebuah Catatan di Akhir Tahun

Terimakasih 2014. Terimakasih untuk semua pembelajaran hidup, begitu banyak pelajaran yg bisa dipetik, kerikil tajam di perjalanan, mulai dari jalan datar hingga tanjakan, untuk semua moment yg menguras emosi dan energi, untuk mereka yang tetap disisi maupun yg datang dan pergi, untuk kenangan yang selalu membayangi, untuk semua ekspektasi yang tercipta, semakin banyak yg terwujud semakin banyak pulalah yg ingin diwujudkan.

Terimakasih 2014. Engkau telah memberi kepastian dari semua pertanyaan akan perasaannya terhadapku. Meskipun jauh dari yang kuinginkan, tapi setidaknya itu sedikit melegakan. Sekarang semua sudah jelas. Siapa aku dimatanya, siapa aku dihatinya, siapa yang dia cintai sepenuh hati dan siapa yang ingin dia dampingi sampai mati.

Terimakasih untuk Allah SWT yang selama ini selalu kirimkan orang-orang hebat di sekitarku untuk menjadikanku kuat melewati hari-hari yang melelahkan. Disaat-saat terpurukku, ternyata banyak hal-hal kecil yang berarti (buatku - dan mungkin tidak buat orang lain) yang membuatku semangat untuk menyambung hidupku satu hari lagi.

Terimakasih kepada semua orang yg ikut mengukir cerita di tahun ini. Semua orang yg menorehkan banyak kenangan. Semua orang yg membuatku terus belajar menjadi lebih baik. Semua orang yg telah dan semoga akan terus menjadi partner terbaik. Semua orang yg tidak bisa aku sebutkan satu persatu disini.

Dan terimakasih yang tak terhingga untuk kasih sayang orang tua, keluarga, dan sahabat teman semua. 16 tahun sudah perjalanan hidup tahun ini. Goodbye my amazing 2014, welcome my super amazing 2015.

Bismillah.. semoga lebih baik :)

Friday, December 26, 2014

Letter of December; Terjaga

Hai, laki-laki pemilik senyum paling indah yang pernah kukenal.
                                                                                  
Aku sedang merindukanmu saat ini, tepat pada detik ini. Aku terbangun dari tidurku karena hawa panas yang menyergap dengan kuat, membuatku bermandikan keringat di sekujur tubuh. Aku pun mendengarkan lagu-lagu cinta, dan sosokmu tiba-tiba saja terlintas di benakku. Rindu itu muncul begitu saja, memaksaku menulis surat cinta ini tepat tengah malam.

Apa kabar kamu? Selama seminggu terakhir, aku banyak bersyukur karena bisa berpapasan denganmu setiap hari. Selama seminggu itu, aku terus bersyukur karena bisa melihatmu dalam keadaan sehat dan baik. Selama seminggu itu, aku terlalu banyak memikirkanmu.

Sekarang sudah memasuki masa-masa liburan. Dan itu artinya aku tak akan berjumpa denganmu selama dua minggu ke depan, kecuali jika aku cukup beruntung bisa bertemu denganmu di suatu tempat. 

Aku pasti akan merindukanmu. Sangat merindukanmu.

Rindu selalu mengakar pada cinta, begitu pun sebaliknya. Aku mencintaimu, oleh karena itu rinduku tak pernah berhenti mengalir dalam dirimu bagai pembuluh darah. Aku ingin mencintaimu dengan baik. Aku ingin menjagamu dengan baik, karena sejatinya arti cinta itu adalah menjaga. Tapi, jenis penjagaan apa yang bisa kulakukan bila dirimu pun tak tahu ada seseorang yang ingin menjagamu?

Aku ingin bisa memelukmu tatkala Desember yang dingin ini membuatmu beku. Aku ingin membelai rambutmu tatkala kau merasa gelisah. Aku ingin menggenggam tanganmu setiap saat, memastikan dirimu jangan sampai terjamah oleh rapuh, kalaupun sudah, aku ingin mengatakan padamu, "Everything is gonna be allright, Dear". Dan bila ada bagian hatimu yang rusak, aku ingin orang yang bisa memperbaikinya adalah diriku.

Tapi, di antara semua penjagaan itu, yang mana yang bisa kulakukan bila kau tidak menerimaku sebagai penjagamu?

Aku tak pernah mengabsenkan namamu dalam doaku. Akan selalu kusisipkan namamu dalam bisikanku di atas sajadah, kumohonkan pada Tuhan agar dirimu selalu terjaga. 

Jadi, apabila kau diliputi rasa cemas, gelisah, ataupun ketakutan, kau tak perlu khawatir, karena ada seorang penjaga yang tak pernah berhenti menjagamu dalam doanya. Dalam cintanya.

Karena sejatinya arti cinta itu adalah menjaga, meskipun hanya lewat doa.



 Kamar paling nyaman, 13 Desember 2014

Bye-Bye Kamu

Selamat tinggal kamu, jika ini perpisahan harusnya kita saling berpelukan, kan? Bisakah kita menghabiskan waktu berdua seharian? Ah lupakan.

Selamat tinggal kamu, jika yang aku ingin adalah tawamu, bahagiamu, dan sekarang kamu dapatkan semua itu. Apa lagi inginku? Memaksamu bersamaku? Aku takkan lakukan itu.

Selamat tinggal kamu, jika nanti kamu datang kesini sewaktu-waktu maka kabari aku, pastikan kita bertemu, berbincang sebagai dua teman yang pernah memimpikan satu.

 
Selamat tinggal kamu, jika suatu saat kamu rindukan aku maka percayalah, saat itu aku juga merindukanmu. Aku akan masih tetap merindukanmu.

Selamat tinggal kamu, terlalu banyak “jika” yang ingin aku sampaikan, aku harus berhenti, kan? Sebelum airmata mengambil alih senyuman.

Baikbaik kamu. Kita jangan saling melupakan :’)

Sunday, December 7, 2014

Untuk Kamu Yang Entah Siapa dan Dimana

Tuan, mengerti kenapa kita belum dipertemukan sampai sekarang? Mungkin karena ketidaksiapan. Mungkin karena terlalu banyak yang harus lebih dulu menjadi pelajaran.

Aku belum siap, untuk tidak mengkhawatirkanmu ketika kamu tidak ada kabar. Padahal kamu tak pernah mau untuk dikhawatirkan, terlebih jika diminta untuk segera menghubungi. Kamu tak ingin dikhawatirkan berlebihan.

Aku belum siap untuk tidak menyuruhmu makan berulang-ulang, padahal kamu belum makan seharian. Itu menurutmu berlebihan. Katamu, kamu akan baik-baik saja, yang sudah bisa menjaga kesehatan.

Aku belum siap, untuk tidak menjadi cemburu ketika ada seorang wanita yang merebut perhatianmu. Kamu bisa menjaga percayaku, katamu.

Aku belum siap untuk sanggup selalu ada di sisimu saat kau butuhkan. Aku khawatir tak bisa memberikan perhatian sebesar yang kamu inginkan.

Aku belum siap jika suatu saat harus kehilangan. Aku hanya belum siap. Itu saja. Belum siap untuk menjadi pamrih, jika ternyata cinta yang kau miliki tidak sama besar dengan yang kuberi.

Aku belum siap. Untuk menjadi orang yang paling menjengkelkan bagimu karena menanyakan kabarmu setiap waktu. Aku belum siap, untuk menjadi orang yang mengkhawatirkanmu nomor satu.

Bukan tak ingin menemukan, aku hanya merasa belum pantas untuk dipertemukan. Bagaimana jika kita mempersiapkan diri dulu dan saling menunggu? Aku yakin, suatu saat aku tak akan menjadi orang yang mengecewakan jika nanti kau sudah menemukanku. 

Aku akan siap dengan semua kemungkinan saat kita memutuskan bersama. Aku akan siap dengan segala perubahanmu oleh waktu. Perubahan cintamu yang juga oleh waktu, aku akan siap.

Aku akan siap, menemukanmu, dan tak pernah membiarkanmu berlalu.

Saturday, December 6, 2014

Kusebut Dirimu (sebagai) Hujan

Selamat malam, hujan. Rindumu pada bumi seperti tak ada habisnya ya.Tak peduli seberapa banyak orang yang senantiasa berjingkat menghindarimu. Bagimu, kau hanya harus jatuh ke bumi. Itu saja. Tak perlu ada tapi. Atau…

Cemburumu pada matahari kah yang membuatmu enggan berhenti melintasi celah awan? Karena begitu banyak orang yang mengharapkannya akhir akhir ini? Aih, aku sampai lupa, justru karena matahari sehingganya dirimu mampu menderas setelah awan tak lagi bisa menampungmu.


Jadi mana mungkin kan dirimu cemburu buta padanya? Emm kalau begitu, bolehkah esok pagi kau izinkan sinarnya menimpa butir butirmu yang menyisa di kuncup daun di depan jendela?


Bukan aku tak suka lagi padamu. Aku hanya ingin kau memberiku kesempatan untuk merindukanmu. Agar tak putus sukacitaku menyambutmu.   Setelahnya, kita masih bisa bertabrakan sepanjang jalan -seperti sore tadi, bukan? 


Aih, ternyata aku lupa lagi. Bahwa yang kau rindukan adalah bumi. Bahwa yang merindukanmu bukanlah hanya aku.  Duh, sepertinya malah aku yang cemburu.

Sebaiknya, aku akhiri saja percakapan kita. Berhenti atau tidak dirimu malam ini. Aku akan tetap menyukaimu. Seperti halnya, muncul atau tidak matahari esok pagi, aku tetap tak bisa membencimu.

Bagaimana Bila Kita Bertukar Peran ?

Apa kabar kamu malam ini?

Ah, harusnya aku tak menyapamu. Harusnya aku mengacuhkanmu saja. Harusnya kau kuabaikan dengan benar-benar tak kupedulikan saja. Ya, harusnya aku begitu. Sampai akhirnya… Sampai akhirnya ini mendadak rumit. Aku tak pernah bisa membiarkan namamu lewat begitu saja pada pemberitahuan facebookku.

Malam ini, bagaimana bila kau saja yang menyapaku lebih dulu? Kata orang, perempuan tak seharusnya memulai lebih dulu. Apa harus mengikuti apa kata orang? Deguban jantung sendiri menghentak-hentak ingin saling bertukar kabar? Jadi, bagaimana? Bisakah kau menyapaku lebih dulu?

Sebenarnya, seperti apa yang pernah kau nyatakan padaku. Aku berubah. Benar sekali, firasatmu memang tak pernah meleset. Akhir-akhir ini, aku berpikir untuk sedikit memberi jeda pada kita. Bukan dengan menghindarimu, karena bahkan ketika aku begitu ingin untuk tidak mengacuhkanmu sekali-kali, aku malah tak bisa. Seperti kataku tadi, degubku selalu menghentak ingin bertukar kabar, juga bertukar percakapan denganmu karena merindu.


Cukup lelah rasanya berjalan di tempat seperti ini bersamamu. Bagaimana jika kita berhenti saja? Bagaimana jika kita cukupkan saja semua sampai di sini? Atau bila kau tak ingin, bagaimana bila kita bertukar peran saja? 

Aku akan menjadi kamu, sedang kamu akan menjadi aku. Mudah, bukan? Ah, sepertinya tidak. Bagiku akan mudah saja berada di tempatmu. Menjadi orang yang lebih dingin dari musim hujan dengan deras hujannya yang membuat gigil, kurasa mudah saja bagiku. Tapi bagaimana jika kau menjadi aku? Bagaimana kau bisa menjalani peran sebagai seseorang yang sapa hangatnya selalu dibalas dengan beku yang kaku?

Sesekali kita memang perlu bertukar peran, agar kau tahu betapa sulitnya menjadi aku. Agar kau tahu bagaimana aku menghitung detak pada detik menunggumu memulai percakapan lebih dulu. Agar kau tahu bagaimana menyiksanya rindu. Lalu, aku akan belajar dalam peranku sebagai kamu untuk memasabodohkan rindu agar bisa melewati hari tanpa menjadi hampir gila. Aku harus belajar bagaimana caranya melarikan diri dari rindu agar tak kembali menjatuhkan harga diri di depanmu setelahnya.

Kelak, jika suatu waktu Tuhan menyetujui pendapatku. Kau akan mengerti, yang kau pikirkan bahwa aku selalu kegirangan tiap hari diserang rindu yang merajalela itu salah. Suatu waktu kau akan merasakannya, ketidakmenyenangkannya setiap pagi namaku bergelantungan di kantung matamu.

Wednesday, December 3, 2014

Akan Segera Tiba

Akan segera tiba hari-hari dimana seseorang dengan keimanannya dapat melembutkan hatiku. Seseorang yang dengan keteguhannya meruntuhkan tembok keegoisanku. Seorang lelaki yang ketulusannya tak dapat ku ingkari. Dimana di hari seterusnya, kekurangan dari masing-masing kami yang membuat selalu rindu. Kekurangannya indah dimataku, begitu pula yang ada padaku.

Seseorang yang aku butuhkan bukan hanya aku inginkan. Lelaki yang menbuatku jatuh cinta berkali-kali. Akulah tempatnya berkeluh kesah, berbagi air mata, tawa dan pelukan. Tidak ada yang lain. Aku lah satu-satunya perempuan yang namanya ia sebut dalam ijab qobul sekali seumur hidupnya.

Dengannya aku merasa aman dimanapun. Sedingin apapun, aku selalu merasa hangat dalam dekapnya. Dibalik punggungnya nanti aku beribadah dan berdoa, dan diwaktu yang sama aku menjadi bagian dalam doa-doanya. Tangannyalah yang aku kecup setelah mengamini doa kami. Dan hanya keningku yang ia kecup.

Akulah nanti yang menjadi alasannya pulang, alasannya untuk tidak sering lembur, dan aku yang selalu ia ingat sekencang apapun godaannya diluar sana. Dari rahimku nanti, akan lahir anak-anak sholeh dan lucu kami. Aku yang menjaga ketika ia sibuk bekerja, sedang ia yang akan mengajarkan anak kami untuk sholat dan mengaji.

Tuesday, December 2, 2014

Tidak Menginginkan Kamu

Kamu hebat ya.

Terhitung 1 bulan sejak terakhir kita tidak berbicara. Lama sekali, ya? Tapi, masalahnya rasa rindu itu masih ada. Belakangan ini, kamu berlalu lalang lalu membangunkan kembali perasaanku yang sudah tertidur nyenyak. Kamu sengaja memancing perhatianku dengan kata-kata manismu, menatapku dengan begitu lekat tanpa kuketahui (meskipun akhirnya kuketahui) yang membuat jantungku berdetak kencang.

Aku rindu diam-diam membaca setiap postingan pada akun-mu yang penuh dengan kata-kata sendu, tapi kali ini aku tidak ingin lagi.

Aku rindu mendefinisikan diriku padamu sebagai seorang perempuan yang mencintai hujan dan selalu berpura-pura kuat, tapi kali ini aku tidak mau lagi.

Aku rindu percakapan hangat denganmu yang pernah menemaniku melewati sepi, tapi kali ini aku tidak punya lagi.

Aku rindu membaca sapaan-sapaan sederhanamu yang terselip di antara pesan-pesan orang lain, tapi kali ini aku tidak berhak lagi.

Aku rindu sisa-sisa perasaan di sini, tapi kali ini aku tidak sanggup lagi. 

Karena kini, (nampaknya) sudah ada orang lain yang membaca postinganmu, sudah ada orang lain yang mendefinisikan dirinya padamu, sudah ada orang lain yang kau ajak bercakap-cakap melawan sepi, sudah ada orang lain yang mendapat pesanmu, dan dia sudah memiliki perasaanmu… 

Mungkin saja kita telah berhenti sekarang. Mungkin saja aku tak bisa lagi di sini. Mungkin saja aku menghilang. Mungkin saja aku menyerah.

Mungkin perasaanku akan tertidur lagi. Mungkin ia akan berganti menjadi sesak kemudian luka. Lalu, hatiku akan menutup dengan sendirinya. Membuatku melupa lagi. Melupa bahwa kamu pernah ada.

Gantian ah,sekarang aku yang diam. Aku yang tidak ingin lagi melihatmu. Aku yang sibuk dengan segala macam tugas sekolah. Aku yang menganggapmu tak ada. Tapi ternyata itu semua membuatku sakit, membuatku perih, karenamu. Karenamu bersamanya. Sekali lagi, sungguh aku ingin menoleh padamu, tapi… apa boleh? 

Mungkin satu kesalahanku dari awal, harusnya aku sadar, bahwa tidak hanya aku yang berdebar setiap kali kamu menulis kata-kata manis.

 
Kepada siapapun yang membaca ini, tolong sampaikan surat ini pada dia ya, yang akunnya penuh dengan kalimat manis, yang suka warna hitam, dia juga suka warna putih, emm merah juga, karena saat itu ketika kita bertemu dia memakai sepatu merah, kupikir tuben sekali, lalu kutanya, "kenapa merah?" dia menjawab, "kau tau? aku suka warna merah. entah mengapa". Dia yang masih betah memandang keluar di jendela.

Nah itu dia, please…?

Monday, November 17, 2014

AKU MENGERTI

Aku takut bertanya padamu, sebab bila kubertanya sekali lagi mungkin lagi-lagi kau akan mematahkan sayap-sayap harapan itu. Sakit sekali ternyata, bila menitip harap namun tak tersampaikan harapnya. Sakit sekali.

Sama seperti kau yang bersikap baik kepada setiap orang. Setiap wanita, terutama. Tapi sedetik saja kepadaku? Mungkin tidak bisa. Baiklah, tak apa. Siapa aku ingin memaksa kau untuk baik kepadaku. Benar, siapa aku coba? Bahkan kau anggap teman pun tidak.

Yasudah. Tetap saja seperti itu. Tak perlu baik kepadaku, nanti aku jatuh lagi. Aku tak ingin jatuh. Sudah cukup selama ini. Jahati saja aku, seperti katamu dulu “Aku merasa banyak salah kepadamu”. Tak apa kok. Mungkin itu salah satu cara kau menjagaku. Untuk tidak lagi terjatuh.

Tak apa, aku mulai mengerti.

Saturday, November 15, 2014

Sabtu Malam, 7:18 p.m

Bagaimana dengan malammu kali ini?
Adakah bintang atau bulan yang menemanimu?
Malamku tampak sepi, tak ada bulan atau bintang yang menemani. Hanya rintik hujan dan beberapa kenangan tentangmu yang datang menghampiri.

Apakah kau masih menjadi penyuka kopi seperti yang kukenal dulu?

Kopi yang selalu kau hadirkan di antara kita, menjadi saksi dari semua cerita. Kopiku malam ini terasa berbeda, begitu pahit meski telah kutambah gula. Mungkin aku memang tak sepandai kau dalam meraciknya, dan mungkin mulai malam ini aku takkan meminumnya lagi.


Air mata menetes perlahan, karena kamu kutemukan lagi dalam cerita hidupku. Setelah kata pisah kita ucapkan bersama, menyisakan cinta dan luka juga kenangan yang tak mungkin kita lupa. Ada sebersit rasa sesal dalam hati, mengapa cerita kita terhenti saat cinta masih melekat di hati? Lalu aku mengerti, tak selamanya dua orang yang mencinta dapat hidup bersama.

Kamu, di mana pun berada semoga selalu bahagia meski tanpa kita.

Seperti Katamu, Menyebalkan

Aku akan tetap seperti ini, dingin dan kaku. Seperti katamu, menyebalkan. Aku tidak akan bersikap terlalu ramah. Mungkin terkesan tidak peduli. Seperti katamu, menyebalkan.

Setiap tutur kataku mungkin menyakitkan. Seperti tidak berperasaan. Sangat menyebalkan. Setiap tindakanku mungkin terlihat menjengkelkan. Seolah tidak memiliki kelemahlembutan. Seperti katamu, menyebalkan.

Kamu hanya tidak tahu. Aku memang sengaja menyebalkan. Agar kamu tidak menaruh apa-apa di dalam diriku, hatimu misalnya.

Aku tidak akan bersikap hangat dan terlalu ramah, kamu bukan siapa-siapa kan? Aku tidak akan sembarang memberi perhatian. Meski kamu menuntut diperhatikan, tapi siapa kamu. Teman hidupku? Bukan.

Aku jaga kamu dengan demikian. Jangan paksa aku untuk membuatmu jatuh hati. Jangan menitipkan apapun di tanganku karena aku bisa saja mematahkannya. Jangan memaksaku untuk begitu lemah lembut karena itu hanya untuk teman hidupku.

Aku menyebalkan bukan? Memang :)

Monday, October 27, 2014

ISYARAT

Aku tak perlu bilang, bukan? Kalau urusan perasaan, perempuan itu lebih mudah ber-isyarat daripada berkata- kata. Harusnya kamu tahu itu. Perempuan dilindungi Tuhan dengan rasa malu, apalagi untuk hal yang berhubungan dengan perasaan. Jadi, jangan pernah menunggu perempuan untuk mengungkapkan apa yang sedang dirasakannya, kamu harus mengerti isyaratnya. Mungkin, itulah salah satu alasan kenapa perempuan lebih suka laki-laki yang pengertian; agar hidupnya jauh lebih dimudahkan.

Berharap perempuan lebih dulu mengungkapkan perasaannya terhadap laki-laki, itu semisal kamu berharap orang yang paling kamu benci tertimpa durian jatuh tepat di kepalanya, dan kamu jadi berbahagia karenanya. Masalahnya, belum tentu orang yang sangat kamu benci itu punya kebun durian,kalaupun dia punya, belum tentu dia mau menungguinya. Kalaupun dia punya dan mau menunggu duriannya jatuh, sangat sulit mencari momentum durian itu jatuh tepat di atas kepalanya. Kamu hampir tidak pernah mendengar berita tv yang mengabarkan seseorang tertimpa durian jatuh tepat di kepalanya, bukan? Dibutuhkan presisi tingkat tinggi untuk menemukan momentum durian jatuh tepat di atas kepala pemiliknya, dan kalau kamu ingin sekali momentum itu ada, diperlukan bantuan Tuhan untuk menciptakan momentum seperti itu ada. Kamu bisa saja berdoa dengan sungguh- sungguh kepada-Nya, tapi akan timbul masalah baru; doa kita untuk orang lain, akan kembali pada diri kita sendiri. Malaikat langsung yang mengaminkannya. Jadi pada akhirnya, bisa jadi Tuhan memberikan rezeki kepada kamu untuk mempunyai kebun durian, dan di suatu ketika, kepala kamu yang tertimpa durian jatuh kepunyaan kamu sendiri. Begitulah kira-kira kerumitannya, tentang betapa sulitnya perempuan mengungkapkan apa yang dirasakannya terlebih dahulu pada laki-laki.

Kondisinya jadi lebih sulit manakala perasaan yang ingin diungkapkan itu, berupa perasaan tidak enak, tidak suka, tidak setuju atau sejenisnya kepada orang terdekatnya. Seperti yang sekarang aku rasakan; terhadap kamu. Kamu pernah bilang, kalau kita sudah nyaman terhadap seseorang, kita bisa lebih mudah berbagi rasa, lebih terbuka untuk mengungkapkan apa yang ada di hatinya kita. Padahal bagiku, justru rasa nyaman itu sendiri yang jadi masalahnya. Aku sudah nyaman dengan kamu. Kita sudah sepakat untuk menjadi rumah bagi masing-masing; tempat dimana kita selalu ingin pulang dan berlabuh. Rasa nyaman itu pastilah terganggu dengan perasaan yang sedang aku rasakan sekarang kepada kamu. Dan aku enggan untuk mengungkapkannya. Siapapun tak ingin kehilangan rumah, bukan? Tapi aku sudah tak kuasa untuk menyembunyikannya. Jadi tolong, cobalah untuk mengerti isyarat-ku. Aku ingin dimengerti tanpa harus berkata-kata.


“Kamu lagi kenapa sih, ngomong dong?” tanyamu menanggapi isyarat diamku, dan aku jadi tambah kesal karena pertanyaanmu itu.
“Gapapa” Jawabku sekenanya
“Kalo gapapa, kok kayaknya ada yang beda ya?”
“Itu kamu tahu, kenapa pake tanya segala?” jawabku kesal
dalam hati, yang diterjemahkan dengan kata-kata menjadi:

“Lagi pengen diem aja”
“Ya udah kalau begitu, selamat berdiam diri.” Astaga, ngeselin banget, boleh di lempar sendal nggak sih?!

Sunday, October 26, 2014

Tetaplah Dalam Diam

Kadang, seseorang yang sering kita perbincangkan dengan Tuhan adalah ia yang tak berani kita sebut-sebut namanya pada dunia. Karena mungkin dunia begitu bersorak jika tahu. Padahal perasaan itu belum tentu akan menjadi halal.

Tetaplah dalam diam yang menyejukkan. Menunggu di atas sajadah panjang sambil membaca surat-surat cinta-Nya. Pantaskanlah diri kita masing-masing sebelum akhirnya kita dipertemukan. Agar nanti, kita akan saling menatap kebaikan.

Ya, kebaikan! Hal yang (hanya) berasal dari Yang Maha Baik.

Friday, October 24, 2014

BEDUA SAJA

Kemana pun, aku akan tetap ingin berdua denganmu.

Ya, aku penakut! Aku hanya berani melangkah jika bersamamu. Tak salah, Tuhan menciptakan segala hal berpasangan. Karena jika hanya seorang diri, kuyakin aku tak akan bisa berdiri sendiri.

Kau tau? Di dunia ini.. berpasangan itu Tuhan ciptakan bukan hanya untuk manusia (yang) layaknya laki-laki berpasangan dengan perempuan. Tapi segalanya Ia ciptakan berpasangan.

Seperti Proton yang saling tarik-menarik dengan Elektron.
Saturnus yang tak pernah lepas dari cincinnya.
Gembok yang hanya akan terbuka oleh kunci yang cocok dengannya.
Sebagaimana juga Laptop yang hanya akan bertahan lama nyalanya jika bersama charger.

Dan kamu.. adalah pasangan yang Tuhan takdirkan untuk-ku. Tidak ada yang sempurna diantara kita. Sebab itulah kita disatukan oleh-Nya agar bisa mencapai kesempurnaan dengan saling melengkapi.
Sederhananya, Tuhan tidak akan membiarkan mahluknya sendirian. Karena itulah Dia ciptakan kita berpasangan.

Salam Cinta.

6:48 pm

Siapapun kamu di masa lalu, bukan berarti kamu tidak berhak untuk menjadi muslimah yang lebih baik. Allah saja Sang Pencipta mau memaafkan hambaNya, mau mengangkat derajat hambaNya yang ingin berubah dan taat, lalu apa hak kita sebagai sesama manusia menghina manusia lainnya?
Sungguh, lisan itu jauh lebih tajam daripada pedang.
Sungguh, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.

Karenanya, menjaga lisan itu sangat penting, karena ber-husnudzon dan selalu berkata baik adalah kewajiban seorang muslim.

Atas apa yang orang lain katakan kepada kita, Alloh tak akan hisab. Tapi sepatah kata yang keluar dari mulut kita, pastinya akan dimintai pertanggung jawaban.

Jadi ngga perlu pusing dengan apa kata orang lain atas ucapannya, karena mereka yang akan ber-tanggung-jawab nanti didepan Alloh.

Yang perlu dipikirin, sudah berapa banyak kata-kata dari lisan kita yg kurang atau bahkan tidak baik

Sunday, October 19, 2014

TERIMAKASIH SBY


Selama sepuluh tahun, beliau telah banyak mengubah Indonesia.
Menyimak Pidato Kenegaraannya di DPR yang terakhir seperti melihatnya melambaikan tangan, mengucapkan salam perpisahan. Mengingatkan tentang perjalanan panjang bangsa kita. Bahwa kita sebagai bangsa telah jauh berjalan bersama, bergandengan tangan, berjuang menjadi bangsa yang lebih sejahtera.
"Dari bangsa yang sewaktu merdeka sebagian besar penduduknya buta huruf, rakyat Indonesia kini mempunyai sistem pendidikan yang kuat dan luas, yang mencakup lebih dari 200 ribu sekolah, 3 juta guru, dan 50 juta siswa.
Dari bangsa yang tadinya terbelakang di Asia, Indonesia telah naik menjadi middle-income country, menempati posisi ekonomi ke-16 terbesar di dunia, dan bahkan menurut Bank Dunia telah masuk dalam 10 besar ekonomi dunia jika dihitung dari Purchasing Power Parity.
Dari bangsa yang seluruh penduduknya miskin di tahun 1945, Indonesia di abad ke-21 mempunyai kelas menengah terbesar di Asia Tenggara, dan salah satu negara dengan pertumbuhan kelas menengah tercepat di Asia
Dari bangsa yang jatuh bangun diterpa badai politik dan ekonomi, kita telah berhasil mengonsolidasikan diri menjadi demokrasi ke-3 terbesar di dunia”
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa semua stabilitas dan perkembangan ekonomi negara kita adalah “kejadian alami”, yang terjadi karena hasil jerih payah rakyat sendiri.
“Ya itu kan memang karena Indonesia lagi punya bonus demografi
“Ini memang karena kelas ekonomi menengah kita sedang kuat”
“Ini karena rakyat memperjuangkan perubahannya sendiri, bukan karena pemerintahan SBY”
Buat saya, pendapat seperti ini adalah pendapat pecundang. Mereka terlalu sombong untuk membuka mata dan menerima fakta, bahwa kita bisa mendapatkan semuanya karena kita berjalan bersama, dan kita berjalan di bawah pemerintahan SBY.
Tidak adil jika kita menyalahkan SBY atas semua kegagalan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, tetapi tidak memberikan apresiasi sama sekali ketika di bawah kabinet yang sama, terdapat begitu banyak prestasi.
Dan sungguh tidak adil jika kita membandingkan Indonesia dengan Amerika, Eropa, Korea, atau negara lainnya. Indonesia terlalu luas, terlalu besar, dan terlalu beragam untuk disamakan dengan negara manapun di dunia. Menjadi pemimpin sebuah negara dengan ribuan pulau, ribuan suku, ribuan bahasa, dan milyaran pemikiran yang tersebar dalam jutaan kepala adalah sebuah beban yang teramat besar, terlalu besar.
"Menjadi Presiden dalam lanskap politik dimana semua pemimpin mempunyai mandat sendiri, dalam demokrasi 240 juta, adalah suatu proses belajar yang tidak akan pernah ada habisnya"
Dan dia tetap memilih berani berdiri di sana, atas memimpin kita bertumbuh bersama.
"Setelah hampir 7 dekade merdeka, Indonesia di abad ke-21 terus tumbuh menjadi bangsa yang semakin bersatu, semakin damai, semakin makmur, dan semakin demokratis"
Saya mungkin bukan ahli politik, saya bisa jadi tidak mengerti sosial-ekonomi, dan saya barangkali tidak tahu banyak soal tata negara.
Tapi saya tahu pasti menjadi presiden bukanlah perkara mudah. Saya sadar betul memimpin Indonesia bukan pekerjaan sederhana. Saya semakin memahami bahwa presiden tak sepantasnya dengan mudah dicaci-maki, dibilang lamban, dicap tolol, diteriaki boneka asing, dan dijadikan lelucon.
Jika memang ia mengkhianati kita sebagai bangsa, saya tidak pasti tahu akan hal itu, sebagaimana Anda pun demikian. Jika memang SBY menjual negara kepada asing atas niatan berkhianat, saya pun tidak melihat dengan mata kepala saya sendiri akan hal itu, sebagaimana Anda pun demikian. Yang tahu pasti akan semua pengkhianatan itu, hanya dia dan Tuhan. 
Tapi saya tahu pasti Pak SBY kurang tidur karena memikirkan Indonesia. Terlihat jelas lelah dan semua beban itu di kantung matanya. Saya percaya Pak SBY mengusahakan perdamaian di negeri ini dengan seksama, agar bangsa kita yang begitu beragam agamanya, begitu berwarna keyakinannya, tidak saling mengadu dan tetap bisa bersatu.
"Dalam sepuluh tahun terakhir, saya telah mencoba mendedikasikan seluruh jiwa dan raga untuk Indonesia. Terlepas dari berbagai cobaan, krisis dan tantangan yang saya alami, tidak pernah ada satu menit pun saya merasa pesimis terhadap masa depan Indonesia. Dan tidak pernah satu menit pun saya merasa tergoda untuk melanggar sumpah jabatan dan amanah rakyat saya sebagai Presiden"
Dan dengan semua perjalanan panjang itu, Pak SBY dengan rendah hati meminta maaf secara terbuka.
"Merupakan kehormatan besar bagi saya menjadi Presiden Republik Indonesia. Saya adalah anak orang biasa, dan anak biasa dari Pacitan, yang kemudian menjadi tentara, menteri, dan kemudian dipilih sejarah untuk memimpin bangsa Indonesia.
Tentunya dalam sepuluh tahun, saya banyak membuat kesalahan dan kekhilafan dalam melaksanakan tugas. Dari lubuk hati yang terdalam, saya meminta maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan. Meskipun saya ingin selalu berbuat yang terbaik, tetaplah saya manusia biasa”
Memikirkan ini semua, saya jadi membayangkan suatu saat nanti ketika saya punya kesempatan bertemu dengan beliau, apa yang akan saya katakan.
Saya teringat berapa banyak saya ikut mencaci beliau dan menjadikannya bahan lelucon, dan betapa sedikitnya saya mengapresiasi dan berusaha benar-benar memahami beban beratnya sebagai pemimpin bangsa Indonesia.

Saya mungkin tidak akan berbicara banyak.
Saya akan menjabat tangannya erat, menatap matanya lekat, dan memeluknya dengan hangat.
Saya hanya ingin meminta maaf dan berterima kasih.
Sebab,menjadi presiden di negara ini berarti siap dicaci meski sudah mengabdi tanpa dipuji. *hug pak sby rame-rame*

KEHILANGAN

Bukan untuk pertama kalinya. Merasa kehilangan sesuatu atau seseorang yang bahkan pernah dimiliki pun tidak. Astaghfirullah. Detik ini isi pikiran terdistraksi oleh beberapa hal yang mestinya tidak perlu dibahas lagi. Maafkan.

Tentang kehilangan. Tentang persahabatan. Tentang kita dan mereka. Tentang hal yang mestinya masih baik-baik saja. Andai waktu bisa kembali lagi. Mungkin aku tidak akan memulai semuanya denganmu, Tuan. Tidak akan. Karena aku tahu...

Ada yang lebih berharga dibanding memaksakan diri untuk mengikuti alurmu. Ada. Tapi rasa-rasanya aku terlalu terlambat untuk menyesali. Mestinya, sejak awal aku tak memulai. Karena konsekuensi dari semua ini terlalu berat untuk kita (aku dan kamu).

Membiarkanmu kehilangan yang pernah kamu sayang itu menyakitkan. Apalagi membiarkan orang yang bertahun-tahun mencintai dalam diam, kini kehilangan harapan saat cintanya bertepuk sebelah tangan.

Aku terlalu egois. Memaksakan semuanya untuk berjalan demikian. Sesuai harapku yang sudah menjatuhkan pilihan ini padamu. Dalam renungan aku berandai-andai. Andai saja kita…

Ah, tapi Tuhan yang berkehendak atas semua ini. Tuhan yang mempertemukan. Dan Tuhan pula yang membantu kita memadukan perbedaan dalam indahnya kebersamaan. Maafkan. Aku tidak bisa menolak anugerah ini.

Bahkan saat aku harus merelakan seseorang itu pergi memilih jalan dan prinsipnya sendiri. Seseorang yang bagiku cukup berarti. Seseorang yang selalu berkata ‘bersamamu aku hanya bisa… mengagumi tanpa cintai’

Berat saat kembali teringat. Terlebih saat dibilang aku ini jahat. Ah tapi biarlah. Biar aku yang mengalah dengan mundur teratur sebelum semuanya semakin hancur. Aku sudah mengambil keputusan dan aku meyakini…

Harus selalu ada yang dikorbankan, untuk mendapat sesuatu yang lebih baik. Saat sudah kehilangan sesuatu atau seseorang, kita harus rela tinggal bersama kenangan. Ya, semoga kenangan yang berkesan. 

Jauh bukan berarti melupakan. Diam bukan berarti tidak peduli. Sekali lagi, setiap keputusan hadir bersama konsekuensi. Terimalah. Lapang dadalah. Kehilangan bukan akhir dari segalanya. Kecuali jika yang hilangnya kepercayaan. Segalanya bisa berakhir tanpa alasan. #ifyouknowwhatimean

KAMU HARUS PERCAYA

Pernahkah kamu merasa begitu kehilangan sesuatu atau seseorang yang tidak tergantikan?
Pernahkah kamu merasa begitu mencintai seseorang melebihi hidupmu sendiri
Namun dia hanya menganggapmu sekedarnya saja?
Pernahkah?


Biar kuberitahu rasanya seperti apa
Sesak
Dadamu seperti seketika mau meledak


Pernahkah kamu merasa menangis terisak sampai sulit bernapas?
Bahkan kedua mata seperti tidak jelas melihat?
Karena yang ada di sana hanya air mata.=
Air mata menumpuk di dua pelupuknya


Panas
Rasanya menyengat ganas


Pernahkah kamu merasa rasanya hidup ini tidak adil?
Mengapa saat kamu berduka, justru ada yang begitu bahagia?
Mengapa sepertinya kamu ditinggalkan dunia?

Sendirian
Kau merasa begitu sendirian

Kuingatkan satu hal saja
Satu hal saja


Seburuk apapun yang menimpamu
Kamu harus percaya bahwa tidak ada di dunia ini yang benar-benar sendiri
Bahkan matahari selalu ditemani embun pagi, udara segar, secangkir kopi, harapan-harapan para penjual koran, bahkan selarik puisi


Jangan pernah dibutakan oleh duka dunia
Karena kesementaraan itu nyata
Dan begitu pula dengan luka


Lukamu
Lukaku
Luka mereka

Lihat
Kau tidak pernah benar-benar sendiri, kan?

Saturday, October 18, 2014

Mengenal(kan) Dirimu Sendiri

“Siapa pun mengenal dirinya akan lebih sibuk membenahi dirinya sendiri daripada mencari kesalahan orang lain”

— Ibn Qayyim Al-Jawziyya

Hari ini saya kembali belajar tentang diri saya sendiri, ada sebuah dinding yang tinggi, tembok yang besar, dan topeng yang tebal yang melindungi saya dari dunia luar. Semua itu adalah kemurahan hati sang Pencipta. Dimana setiap aib yang semua manusia pasti membencinya, ditutup rapat-rapat oleh rimbunnya bunga-bunga yang cantik.

Kadang, hal yang paling takut saya temui adalah diri saya sendiri. Banyak hal dalam diri saya yang ingin saya hindari, saya jauhi. Berusaha menjauh dan berlari, menyembunyikan diri. Sama sekali tidak mungkin karena itu ada di dalam diri saya sendiri, kemana pun saya pergi, itu adalah saya sendiri.

Pada akhirnya saya harus tunduk pada sebuah kenyataan. Fakta bahwa itu adalah diri saya, harus saya terima, dan maafkan. Meski proses memaafkan diri sendiri itu pada kenyataannya jauh lebih sulit daripada memaafkan orang lain. Karena orang lain bisa saja pergi dan menjauh, sementara kesalahan diri sendiri tetap ada di dalam diri saya, setiap hari saya temui.

Saya sempat menggugat, mengapa saya harus memiliki cerita hidup yang seperti demikian? Mengapa saya yang harus mengalami? Apa maksudnya? Tidak bisakah saya kembali ke masa itu mengubah semuanya?

Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui saya di setiap kali sujud. Apakah saya pantas meminta surga. Sebuah hal yang paling saya khawatirkan, apakah Tuhan memaafkan kesalahan itu. Bagaimana caranya saya tahu bila Dia sudah memaafkan?

Orang lain bisa memandang diri ini setinggi langit meski sejatinya diri ini lebih pantas berada di dasar laut dalam. Pada akhirnya, ada satu titik dimana manusia seperti saya harus belajar dan berani mengenalkan diri untuk mengenalkan diri secara utuh. Mungkin tidak kepada semua orang, hanya kepada orang-orang tertentu. Dan itu tetaplah sebuah hal berat.

Mengenalkan diri secara utuh. Mengenalkan diri secara paripurna, hingga tak satupun tertinggal untuk diberitakan. Perihal orang tersebut kemudian pergi, itu adalah sebuah konsekuensi. Beruntunglah bila orang tersebut bisa menerima kita. Sebuah hal yang mungkin tidak pernah dibayangkan oleh manusia seperti saya bahwa akan ada orang yang menerima saya sedemikian rupa.

Hidup ini sejatinya hanya perlu Allah, apapun yang didekatkan kepada kita adalah sarana kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Termasuk pasangan kita, orang tua kita, teman-teman kita, harta kita, dan apapun yang memenuhi hidup kita.

COBA FIKIRKAN

Kamu tidak akan cukup memberikan seluruh hidupmu hanya untuk mencintaiku, dan aku tidak tertarik dengan seluruh pemberianmu itu. Aku tidak butuh hidupmu. Bahkan kamu tidak akan cukup memberikan seluruh perhatianmu hanya untuk mencuri perhatianku. Aku tidak membutuhkannya.

Kamu terlalu mudah mengatakan ini dan itu, memberikan apa yang kamu miliki. Memangnya kamu memiliki apa? Rupa wajahmu yang menawan? Kekayaanmu yang segudang? Darahmu yang bangsawan? Aku tidak membutuhkannya. Bukankah itu cuma titipan yang pada saatnya akan diambil? 

Yang kamu bangga-banggakan di hadapanku ini bukankah sesuatu yang tidak kamu miliki?
Sekalipun kamu berikan seisi dunia pun aku tidak tertarik sama sekali denganmu. Terlalu banyak orang yang menawarkan hal yang sama. Apa bedamu dengan yang lain?

Thursday, October 9, 2014

PRIA HUJAN

Kau tau?
Aku selalu berdoa semoga tidak bertemu dengan pria satu almamater. Bilapun bertemu, aku selalu berharap itu berada di dunia luar. Tidak saling mengetahui asal usul kita. Lalu, sama-sama tertawa saat tahu ternyata kita satu almamater.


Kau tau?
Aku tidak pernah mengharapkan seorang pria satu almamater. Bangku sekolah ini terlalu arogan, terlalu keras, dan terlalu melangit. Seringkali memandang begitu jauh hingga lupa apa yang ada di dekat. Seringkali melihat dari atas dan lupa bahwa kita semua sejajar mata.


Aku tidak pernah mencari. Tapi seperti dulu aku bilang, ‘Jangan Dia’. Nyatanya aku justru terjebak dalam perasaan suka. Mungkin benar kata orang, hati-hati terhadap kata-kata sendiri.

Bila saja kita bertemu di dalam almamater yang sama, mungkin aku sama sekali tidak akan memikirkanmu. Sayangnya ceritanya tidak begitu. Kita harus bertemu dikala hujan. Saat kita sama-sama kalah oleh dingin dan basah air. Saat kita harus bersembunyi di bawah atap-atap yang melindungi kita dari kejaran hujan. Kita bertemu. Pertemuan pertama.

Wednesday, October 8, 2014

..

Actually I've been very tired to write this stupid posting here. You, thankyou for all the moments that you have given to me. Start from a suddenly you came to me, trying to look for attention, invite me to chat, watching me, and everything.

Actually I don't know, why did you do that? Why so sudden? You suddenly care to me, then a few days later, you changed. You stay away from me. Then, what is the meaning of all the special treatment that you have done for me yesterday?

Did you know? I love it. Now what can I do? You've already changed. It's a bullshit kalo gue bilang gue gaada rasa buat lo.

Monday, October 6, 2014

PILIHAN

Kita melakukan perjalanan bersama-sama, cuma kita, berdua. Anggap saja perjalanan itu adalah mendaki sebuah gunung. Aku yang dari awal nemenin kamu, support kamu supaya tetap semangat, ada disaat kamu butuh, meraih tangan kamu saat kamu jatuh beberapa kali. 

Dan, sekarang kamu udah berhasil sampai puncak gunung yang kamu daki mati-matian. Disana juga udah ada orang lain yang siap meraih tangan kamu. Tapi, aku tahu orang di atas sana itu munafik. Dia cuma ada waktu kamu lagi di atas aja. Kalau pun dia itu menurut kamu adalah orang baik, kemana aja dia waktu kamu berjuang meraih puncak?

Sekarang pilihan ada di tangan kamu. Jika kamu lebih memilih menerima raihan tangan dia, Insyaallah aku akan memahamimu. Aku pun disini juga punya pilihan, aku akan meninggalkanmu dan melambaikan tangan untukmu yang telah di puncak, atau tetap mendukung kamu agar kamu dapat bertahan disana.

Saturday, October 4, 2014

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Perempuan, dalam alam bawah sadarnya yang paling dalam. Akan ada perasaan ingin didominasi. Didominasi oleh sesuatu yang menurutnya pantas mendominasi. Jika kata ini kurang tepat, maka akan lebih mudah dijelaskan dengan perasaan-ingin-dipimpin.
Semandiri apapun perempuan. Meski kemana-kemana sudah berani sendiri. Pulang larut malam berani. Membuat perjalanan jauh dengan percaya diri. Mendaki, bermain air, atau hal-hal bahaya lain. Dalam satu masa, akan ada perasaan ingin dilindungi.

Sekuat apapun dia, secara fitrahnya ia ingin dilindungi. Ingin menggantungkan diri pada sesuatu yang menurutnya lebih kuat. Bukan karena perempuan lemah, bukan pula karena dia tidak bisa. Tapi lebih kepada perasaannya sendiri. Ada rasa nyaman ketika dilindungi. Ada rasa nyaman ketika diperhatikan.

Hal ini pula terjadi kepada laki-laki. Bahwa laki-laki akan merasa menjadi “laki-laki” ketika ia bisa menunjukkan kemampuannya dalam melindungi, memberi jaminan keamanan, dan menjadi tempat bergantung. Ketika hal-hal itu hilang darinya, maka kelakiannya benar-benar dipertanyakan. Bahkan dipertanyakan oleh dirinya sendiri. Mengapa tidak ada orang yang mau mempercayakan keamanannya dan perlindungannya kepadanya?

Laki-laki akan tampak hebat dan kuat jika ada perempuan disampingnya. Karena ada sesuatu yang dia lindungi. Perempuan akan merasa dirinya begitu berharga ketika ada sesuatu yang dengan keras memperjuangkan dan menjaganya. Ini fitrah. Sesuatu yang memang berasal dari dalam diri masing-masing.

Maka mulailah kita berpikir. Sosok seperti apa yang sebenarnya mampu mendominasi kita (perempuan). Dan sosok seperti apa yang mau mempercayakan keamanan dan perlindungan hidupnya kepada kita (laki-laki).

Maka, berbahagialah ketika yang mendominasi tersebut adalah sosok yang sangat bijaksana. Yang memimpin dengan sangat baik. Dan berbahagialah ketika ada seseorang yang datang dan mempercayakan kepada kita sebagai tempat berlindung dan mempercayakan hari kedepannya bahkan hidupnya setelah mati kepada kita (laki-laki).

Saturday, September 27, 2014

HUJAN DAN MATAHARI

Namanya Hujan dan Matahari. Anak-anak pertama yang lahir berbeda menit. Hujan adalah perempuan. Matahari adalah laki-laki. Kelak keduanya akan tumbuh menjadi manusia yang utuh. Menjadi manusia dewasa.

Hujan lahir kala hujan deras. Matahari lahir kala hujan tiba-tiba berhenti dan matahari bersinar terik. Kelahiran yang membuat orangtuanya berasumsi banyak hal. Orang-orang menghubung-hubungkan dengan takhayul.

Hujan dan Matahari adalah anak-anak pertama. Lahirnya benar-benar menyusahkan orangtuanya. Kehadirannya ditunggu-tunggu. Bila bayi lahir 9 bulan 10 hari. Mereka 11 bulan. Benar-benar menyusahkan.

Hujan tumbuh menjadi gadis yang bijaksana. Matahari tumbuh sebagai laki-laki yang luar biasa. Keduanya saling melindungi. Keduanya saling melengkapi. Keduanya tidak terpisahkan.

Sampai pada saat Pelangi datang. Seorang gadis dari negeri seberang. Membuat Matahari jatuh hati. Hingga hujan merasa kehilangan Mataharinya, saudaranya. Ia cemburu. Tapi pada satu titik Hujan mengerti, Hujan dan Matahari tidak mungkin bersatu. Sudah kubilang kan, hujan adalah gadis yang bijaksana.

Sampai diperjalanannya. Hujan pun bertemu Samudera. Dia jatuh cinta.

Thursday, September 11, 2014

PINTU (by: Kurniawan Gunadi)

Aku sudah berikhtiar untuk pergi ke rumahmu. Mengetuk pintumu yang terkunci rapat. Meski aku harus memaksa membukanya nanti, setelah selesai dari perjalanan ini. Selesai dari tugas-tugas hidup inI. Aku akan berjalan ke sisi rumahmu.

Tidak tahu bagaimana jadinya nanti. Tidak tahu bagiamana akhirnya. Aku tidak bisa menemukan cara masuk ke dalam rumahmu selain memaksanya. Rumahmu yang tanpa jendela. Kamu telah menutup semua kemungkinan orang lain mengintip ke dalam rumahmu. Satu pintu di muka rumah yang selalu terkunci setiap hari.

 Aku tahu kamu sering mengintip dari lubang kunci. Melihat di luar sana orang berlalu lalang di depan rumahmu. Sesekali dari mereka berhenti dan mengetuk pintumu. Tapi tidak pernah terbuka. Mengapa kamu begitu lama berdiam diri di dalam sana? Apa yang sedang kamu lakukan? Atau apa yang sedang kamu tunggu?

Jika mendobrak pintumu berarti akan merusak pintu itu. Aku bersedia menggantinya meski tidak lagi sama. Setidaknya aku tahu kamu masih hidup. Meski pada akhirnya kamu akan mengusirku dari rumahmu. Aku tidak peduli, itu belum terjadi bukan?

Sepulang dari perjalanan panjang ini. Aku akan berdiri di depan rumahmu mungkin dengan segenggam linggis atau bisa jadi granat tangan. Aku tahu aku cukup kejam, aku hanya tidak tahu bagaimana cara membukanya dengan baik-baik. Jika kamu punya cara itu, katakanlah.

Tapi bukankah kata itu tidak pernah ada? Pintu yang selalu tertutup meski diketuk ribuan kali. Meski dihujani batu dan dikerat dengan pisau. Pintumu terkunci rapat. Aku tidak tahu cara membukanya dengan baik-baik, mungkin karena aku juga bukan orang baik-baik. Bekas orang brengsek yang tidak tahu mengapa begitu terusik melihatmu mengunci diri di dalam sana.

Jika nanti aku melihatmu meringkuk di sudut rumah dan matamu terpicing karena cahaya matahari yang merobos masuk. Aku ingin melihatmu tidak menangis karena aku merusak pintu rumahmu. Setidaknya jika kamu mengusirku, aku mendengarmu mengatakan bahwa kamu ingin sendiri.
Atau jika kamu menerimaku di sana, aku bersedia tinggal di dalamnya dan membantumu menata kembali rumahmu. Membuatkan jendela agar cahaya matahari itu bisa masuk. Agar udara itu bisa silih berganti.

Setidaknya aku tahu, apa yang sedang terjadi padamu. Karena kamu selama ini diam saja. Mengapa kamu menutup diri selama ini?

Monday, September 1, 2014

SEKIRANYA KITA BERTEMU HARI INI

Sekiranya kita bertemu hari ini, mungkin aku tidak mengetahui bahwa kamu adalah orang yang ditulis jauh-jauh hari untuk menemani hidup hingga mati.

Sekiranya kita bertemu hari ini, aku tidak akan menyadari meski sehari-hari kita berada di tempat yang sama dalam lingkaran pertemanan yang serupa. Kita akan berjalan bersama dalam satu rasa. 

Sekiranya kita bertemu hari ini, kita akan menjalani hari sebagaimana biasanya. Tidak menduga dan tidak pernah menduga bahwa kemudian hari kita tinggal bersama. Di bawah genting yang sama, di dalam rumah yang sama. 

Sekiranya kita bertemu hari ini, mungkin kita sedang saling benci, menghindari satu sama lain karena di antara kita ada yang menyakiti. Kita tidak peduli bahwa cinta dan benci itu hanya masalah kadar suka yang berlebih dan kekurangan. Bukan benar-benar benci.

Sekiranya kita bertemu hari ini, kita tidak peduli, sedang apa masing-masing kita hari ini. Tidak pernah ada hal penting yang saling kita tanyakan. Tidak ada hal istimewa yang kita rindukan pun tidak mengaharapkan kehadiran. 

Sekiranya kita bertemu hari ini, kita tidak pernah menyadari esok hari. Ternyata aku akan memanggilmu, kekasih.

TUHAN DAN RAHASIA

Ketika aku ditanya tentang hal apa yang ingin aku ketahui dari hidup, hanya ada satu hal yang ingin aku ketahui, bukan soal kaya atau miskinku, siapa jodohku ataupun bagaimana masa depanku. Satu hal itu adalah memaafkankah Tuhan atas segala dosaku?

Aku hanya ingin tau satu hal itu saja, selebihnya aku tidak perlu. Aku hanya butuh maafnya dalam hidup ini. Sebab aku sudah banyak berlaku salah. Sebab kesalahan itu selalu mengahantuiku hingga saat ini. 

Hendak memilih mati pun itu sebuah kesalahan. Tuhan melarangku untuk mengakhiri hidupku sendiri. Tidak mengapa aku lepaskan dunia ini, asal aku tau bahwa Dia memaafkanku. 

Aku takut aku tidak berkesempatan masuk surga-Nya. Aku takut kelak di hari penghakiman, seluruh dosaku diberitakan tanpa dimaafkan satu pun. Setidaknya aku berterimakasih atas kebaikan-Mu, karena-Mu menutupi seluruh rahasia dan dosa ini.

Orang-orang melihatku begitu baik. Bahkan beberapa melihatku di atasnya. Mereka hanya tidak tau apa yang aku sembunyikan dari balik pakaian dan tulisan. Mereka tidak tau saja bahwa aku mungkin mengalami kehidupan yang tidak pernah mereka bayangkan. Yang akan membuat mereka pergi jauh ketika mengetahuinya.

Begitulah cara Tuhan. Aku tau mudah bagi-Mu memuliakan manusia dan menghinakannya. Kemuliaan dan kehinaan sama-sama ujian. Dan aku masih tetap sama, hanya ingin tau, memaafkankah Tuhan atas segala kesalahanku?