Tuesday, December 2, 2014

Tidak Menginginkan Kamu

Kamu hebat ya.

Terhitung 1 bulan sejak terakhir kita tidak berbicara. Lama sekali, ya? Tapi, masalahnya rasa rindu itu masih ada. Belakangan ini, kamu berlalu lalang lalu membangunkan kembali perasaanku yang sudah tertidur nyenyak. Kamu sengaja memancing perhatianku dengan kata-kata manismu, menatapku dengan begitu lekat tanpa kuketahui (meskipun akhirnya kuketahui) yang membuat jantungku berdetak kencang.

Aku rindu diam-diam membaca setiap postingan pada akun-mu yang penuh dengan kata-kata sendu, tapi kali ini aku tidak ingin lagi.

Aku rindu mendefinisikan diriku padamu sebagai seorang perempuan yang mencintai hujan dan selalu berpura-pura kuat, tapi kali ini aku tidak mau lagi.

Aku rindu percakapan hangat denganmu yang pernah menemaniku melewati sepi, tapi kali ini aku tidak punya lagi.

Aku rindu membaca sapaan-sapaan sederhanamu yang terselip di antara pesan-pesan orang lain, tapi kali ini aku tidak berhak lagi.

Aku rindu sisa-sisa perasaan di sini, tapi kali ini aku tidak sanggup lagi. 

Karena kini, (nampaknya) sudah ada orang lain yang membaca postinganmu, sudah ada orang lain yang mendefinisikan dirinya padamu, sudah ada orang lain yang kau ajak bercakap-cakap melawan sepi, sudah ada orang lain yang mendapat pesanmu, dan dia sudah memiliki perasaanmu… 

Mungkin saja kita telah berhenti sekarang. Mungkin saja aku tak bisa lagi di sini. Mungkin saja aku menghilang. Mungkin saja aku menyerah.

Mungkin perasaanku akan tertidur lagi. Mungkin ia akan berganti menjadi sesak kemudian luka. Lalu, hatiku akan menutup dengan sendirinya. Membuatku melupa lagi. Melupa bahwa kamu pernah ada.

Gantian ah,sekarang aku yang diam. Aku yang tidak ingin lagi melihatmu. Aku yang sibuk dengan segala macam tugas sekolah. Aku yang menganggapmu tak ada. Tapi ternyata itu semua membuatku sakit, membuatku perih, karenamu. Karenamu bersamanya. Sekali lagi, sungguh aku ingin menoleh padamu, tapi… apa boleh? 

Mungkin satu kesalahanku dari awal, harusnya aku sadar, bahwa tidak hanya aku yang berdebar setiap kali kamu menulis kata-kata manis.

 
Kepada siapapun yang membaca ini, tolong sampaikan surat ini pada dia ya, yang akunnya penuh dengan kalimat manis, yang suka warna hitam, dia juga suka warna putih, emm merah juga, karena saat itu ketika kita bertemu dia memakai sepatu merah, kupikir tuben sekali, lalu kutanya, "kenapa merah?" dia menjawab, "kau tau? aku suka warna merah. entah mengapa". Dia yang masih betah memandang keluar di jendela.

Nah itu dia, please…?

No comments:

Post a Comment