Saturday, December 6, 2014

Kusebut Dirimu (sebagai) Hujan

Selamat malam, hujan. Rindumu pada bumi seperti tak ada habisnya ya.Tak peduli seberapa banyak orang yang senantiasa berjingkat menghindarimu. Bagimu, kau hanya harus jatuh ke bumi. Itu saja. Tak perlu ada tapi. Atau…

Cemburumu pada matahari kah yang membuatmu enggan berhenti melintasi celah awan? Karena begitu banyak orang yang mengharapkannya akhir akhir ini? Aih, aku sampai lupa, justru karena matahari sehingganya dirimu mampu menderas setelah awan tak lagi bisa menampungmu.


Jadi mana mungkin kan dirimu cemburu buta padanya? Emm kalau begitu, bolehkah esok pagi kau izinkan sinarnya menimpa butir butirmu yang menyisa di kuncup daun di depan jendela?


Bukan aku tak suka lagi padamu. Aku hanya ingin kau memberiku kesempatan untuk merindukanmu. Agar tak putus sukacitaku menyambutmu.   Setelahnya, kita masih bisa bertabrakan sepanjang jalan -seperti sore tadi, bukan? 


Aih, ternyata aku lupa lagi. Bahwa yang kau rindukan adalah bumi. Bahwa yang merindukanmu bukanlah hanya aku.  Duh, sepertinya malah aku yang cemburu.

Sebaiknya, aku akhiri saja percakapan kita. Berhenti atau tidak dirimu malam ini. Aku akan tetap menyukaimu. Seperti halnya, muncul atau tidak matahari esok pagi, aku tetap tak bisa membencimu.

No comments:

Post a Comment