TERIMAKASIH SBY
Selama sepuluh tahun, beliau telah banyak mengubah Indonesia.
Menyimak Pidato Kenegaraannya di DPR yang terakhir seperti
melihatnya melambaikan tangan, mengucapkan salam perpisahan.
Mengingatkan tentang perjalanan panjang bangsa kita. Bahwa kita sebagai
bangsa telah jauh berjalan bersama, bergandengan tangan, berjuang
menjadi bangsa yang lebih sejahtera.
"Dari bangsa yang sewaktu merdeka sebagian besar
penduduknya buta huruf, rakyat Indonesia kini mempunyai sistem
pendidikan yang kuat dan luas, yang mencakup lebih dari 200 ribu
sekolah, 3 juta guru, dan 50 juta siswa.
Dari bangsa yang tadinya terbelakang di Asia, Indonesia telah naik menjadi middle-income country, menempati
posisi ekonomi ke-16 terbesar di dunia, dan bahkan menurut Bank Dunia
telah masuk dalam 10 besar ekonomi dunia jika dihitung dari Purchasing Power Parity.
Dari bangsa yang seluruh penduduknya miskin di tahun
1945, Indonesia di abad ke-21 mempunyai kelas menengah terbesar di Asia
Tenggara, dan salah satu negara dengan pertumbuhan kelas menengah
tercepat di Asia
Dari bangsa yang jatuh bangun diterpa badai politik dan
ekonomi, kita telah berhasil mengonsolidasikan diri menjadi demokrasi
ke-3 terbesar di dunia”
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa semua stabilitas dan
perkembangan ekonomi negara kita adalah “kejadian alami”, yang terjadi
karena hasil jerih payah rakyat sendiri.
“Ya itu kan memang karena Indonesia lagi punya bonus demografi”
“Ini memang karena kelas ekonomi menengah kita sedang kuat”
“Ini karena rakyat memperjuangkan perubahannya sendiri, bukan karena pemerintahan SBY”
Buat saya, pendapat seperti ini adalah pendapat pecundang. Mereka
terlalu sombong untuk membuka mata dan menerima fakta, bahwa kita bisa
mendapatkan semuanya karena kita berjalan bersama, dan kita berjalan di
bawah pemerintahan SBY.
Tidak adil jika kita menyalahkan SBY atas semua kegagalan
pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, tetapi tidak memberikan
apresiasi sama sekali ketika di bawah kabinet yang sama, terdapat begitu
banyak prestasi.
Dan sungguh tidak adil jika kita membandingkan Indonesia dengan
Amerika, Eropa, Korea, atau negara lainnya. Indonesia terlalu luas,
terlalu besar, dan terlalu beragam untuk disamakan dengan negara manapun
di dunia. Menjadi pemimpin sebuah negara dengan ribuan pulau, ribuan
suku, ribuan bahasa, dan milyaran pemikiran yang tersebar dalam jutaan
kepala adalah sebuah beban yang teramat besar, terlalu besar.
"Menjadi Presiden dalam lanskap politik dimana semua
pemimpin mempunyai mandat sendiri, dalam demokrasi 240 juta, adalah
suatu proses belajar yang tidak akan pernah ada habisnya"
Dan dia tetap memilih berani berdiri di sana, atas memimpin kita bertumbuh bersama.
"Setelah hampir 7 dekade merdeka, Indonesia di abad ke-21
terus tumbuh menjadi bangsa yang semakin bersatu, semakin damai,
semakin makmur, dan semakin demokratis"
Saya mungkin bukan ahli politik, saya bisa jadi tidak mengerti
sosial-ekonomi, dan saya barangkali tidak tahu banyak soal tata negara.
Tapi saya tahu pasti menjadi presiden bukanlah perkara mudah. Saya sadar betul memimpin Indonesia bukan pekerjaan sederhana. Saya semakin memahami bahwa presiden tak sepantasnya dengan mudah
dicaci-maki, dibilang lamban, dicap tolol, diteriaki boneka asing, dan
dijadikan lelucon.
Jika memang ia mengkhianati kita sebagai bangsa, saya tidak pasti
tahu akan hal itu, sebagaimana Anda pun demikian. Jika memang SBY
menjual negara kepada asing atas niatan berkhianat, saya pun tidak
melihat dengan mata kepala saya sendiri akan hal itu, sebagaimana Anda
pun demikian. Yang tahu pasti akan semua pengkhianatan itu, hanya dia
dan Tuhan.
Tapi saya tahu pasti Pak SBY kurang tidur karena memikirkan
Indonesia. Terlihat jelas lelah dan semua beban itu di kantung matanya. Saya percaya Pak SBY mengusahakan perdamaian di negeri ini dengan
seksama, agar bangsa kita yang begitu beragam agamanya, begitu berwarna
keyakinannya, tidak saling mengadu dan tetap bisa bersatu.
"Dalam sepuluh tahun terakhir, saya telah mencoba
mendedikasikan seluruh jiwa dan raga untuk Indonesia. Terlepas dari
berbagai cobaan, krisis dan tantangan yang saya alami, tidak pernah ada
satu menit pun saya merasa pesimis terhadap masa depan Indonesia. Dan
tidak pernah satu menit pun saya merasa tergoda untuk melanggar sumpah
jabatan dan amanah rakyat saya sebagai Presiden"
Dan dengan semua perjalanan panjang itu, Pak SBY dengan rendah hati meminta maaf secara terbuka.
"Merupakan kehormatan besar bagi saya menjadi Presiden
Republik Indonesia. Saya adalah anak orang biasa, dan anak biasa dari
Pacitan, yang kemudian menjadi tentara, menteri, dan kemudian dipilih
sejarah untuk memimpin bangsa Indonesia.
Tentunya dalam sepuluh tahun, saya banyak membuat
kesalahan dan kekhilafan dalam melaksanakan tugas. Dari lubuk hati yang
terdalam, saya meminta maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan.
Meskipun saya ingin selalu berbuat yang terbaik, tetaplah saya manusia
biasa”
Memikirkan ini semua, saya jadi membayangkan suatu saat nanti ketika
saya punya kesempatan bertemu dengan beliau, apa yang akan saya katakan.
Saya teringat berapa banyak saya ikut mencaci beliau dan
menjadikannya bahan lelucon, dan betapa sedikitnya saya mengapresiasi
dan berusaha benar-benar memahami beban beratnya sebagai pemimpin bangsa
Indonesia.
Saya mungkin tidak akan berbicara banyak.
Saya akan menjabat tangannya erat, menatap matanya lekat, dan memeluknya dengan hangat.
Saya hanya ingin meminta maaf dan berterima kasih.
Sebab,menjadi presiden di negara ini berarti siap dicaci meski sudah mengabdi tanpa dipuji. *hug pak sby rame-rame*
No comments:
Post a Comment