Dalam perjalanan hidupnya, tidak semua orang bertemu dengan teman dekatnya. Yang karena dekatnya, lalu disebut sebagai sahabat. Bertanya-tanya mengapa orang lain memiliki sahabat, sementara dia sendiri tidak. Lalu ia mencari tau sendiri pertanyaannya, apa benar sahabat itu benar-benar ada atau tidak?
Bila ada, mengapa ia tak memilikinya? Ia merasa tidak dekat dengan siapapun. Bila pun orang lain merasa dekat, ia merasa biasa-biasa saja. Ia tidak tau kepada siapa bisa bercerita. Tidak tau dengan siapa hendak pergi bersama. Merasa begitu tenang sendirian. Karena terbiasa sendiri. Merasa tidak suka diusik meskipun ingin sekali bercengkrama. Tapi kepada siapa?
Ia tidak pernah merasa sangat dekat dengan siapapun. Setiap kali kakinya melangkah, matanya menangkap persahabatan orang lain. Mendengar dari kata-kata teman dan ia tidak pernah memilikinya. Ia hidup sendiri, merasa sendiri, dan begitu mencintai kesendiriannya. Meski pada saat yang sama ia bertanya-tanya, siapakah yang sanggup menembus hatinya, ia sendiri tidak tau.
Apakah dia yang memiliki tembok yang tinggi, atau ia orang lain yang membatasi dirinya? Ia merenungkan arti persahabatan dari orang-orang. Ia tidak tau, orang datang silih berganti di dalam hidupnya. Tidak pernah ada yang tinggal benar-benar lama sebagai teman baik. Ia menanyakan pada dirinya, apa yang sebenarnya ia butuhkan?
Sebab, apa ia memiliki batas begitu tinggi? Sampai kapan ia akan menutup diri? Sampai kapan ia akan memberikan kepercayaan kepada orang? Mungkin cukup kepada satu orang, teman hidup, sahabat yang mungkin hanya akan ada satu saja sepanjang hidupnya.