Friday, January 10, 2014

Kenangan di Persimpangan Jalan

Siang itu, teriknya matahari seakan benar-benar menembus kulitku. Sembari kakiku tetap mengayuh pedal sepedaku, otakku masih dibawah naungan tugas-tugas sekolah yang.. entahlah. Di sudut lain, ternyata kamu masih berdiam di sana ---- di hatiku. Itu membuat sengatan matahari seketika berubah menjadi embun nan sejuk. Kamu pasti berfikir bahwa aku terlalu berlebihan. Aku pun juga tidak tahu mengapa. Mungkin apa karena aku benar-benar menyukaimu?

Ketika aku melebur dalam candaan bersama temanku, sesekali aku menengok ke belakang, sambil berharap mataku menangkap sosokmu. Namun untuk yang pertama kali, ternyata aku tak berhasil. Hingga beberapa menit kemudian, hatiku berkata seakan memberi firasat yang seketika membuat kepalaku berbalik dan retina mataku menangkap bayanganmu. Kali ini tak semu. Kali ini nyata. Benar-benar nyata.

Seketika itu juga teriknya panas, letihnya otot kaki dan bayangan tugas di otak, semua berubah menjadi semangat. Secara tidak langsung, hanya karena kehadiranmu, membawa dampak besar untukku. Aku bahagia, aku senang, aku semangat, aku menyatu dalam jiwamu, tenang. Hingga aku tak sadar bahwa ternyata aku sudah di penghujung jalan berpisah dengan teman candaku. Kamu juga berhenti disana, melihat kanan kiri sembari kamu hendak menyebrang jalan. Aku juga.

Sampai nampaknya keadaan memungkinkan untuk menyebrang, tak kusangka ternyata kita melakukannya bersama. Hanya saja gang kita berbeda. Diujung jalan bersama, di tengah jalan bersama, hingga sampai di gang masing-masing pun tetap bersama. Sungguh benar-benar indah siang itu. Mungin gerakan kaki kita saat memedal juga sama. Dan itu benar-benar sungguhan.

Ini yang paling indah dan menyenangkan. Di sebuah jalan kecil yang menghubungkan gang rumah kita, ternyata kita sama-sama sampai di titik itu. Dan mata kita bertemu. Sayangnya kupikir kita terlalu canggung untuk saling melempar senyum. Tapi dengan mata kita bertemu saja, aku sudah sangat sangat sangat bahagia. Mulai saat itu sampai aku tiba di rumah, aku tak henti memejamkan mata dan meyakinkan pada diriku, bahwa itu nyata. Itu nyata. Aku tak akan pernah bisa dan ingin melupakan itu. Kenangan di persimpangan jalan.

No comments:

Post a Comment