Dulu kamu adalah satu-satunya sosok yang selalu ada disaat aku mebutuhkan sandaran. Dulu kamu selalu membuatku menorehkan senyum setiap hari. Dulu sosokmu selalu melintas di fikiranku, siang malam selalu saja seakan tak pernah absen. Tapi sayang, itu hanya sebatas dulu. Tak ada lagi masa sekarang, masa dimana aku masih menjadi yang segalanya buatmu. Kamu pergi tanpa alasan yang jelas. Kau tau? Ketika kemarin malam kamu memutuskan secara sepihak mengenai hubungan kita? Malam itu aku baru saja pulang dari suatu tempat yang memberiku banyak sekali kelelahan. Berlari di bawah hujan, berharap ketika pulang kau akan mengirimiku sekedar pesan singkat yang manis, seperti yang biasa kau lakukan setiap malam. Namun nampaknya, itu pertama kalinya kita berbeda feeling. Jangankan pesan singkat manis, kau malah memberiku kata-kata "kita putus, ini semua salahmu. maaf, kita cukup sampai disini."
Kau pikir lelahku akan hilang ketika membaca itu? Tak bisakah kau sedikit memahami akan kepentingan kita berdua?
Mas, oke aku tahu disini aku memang salah. Tapi tak bisakah kau sedikit saja memahamiku? Minimal memahami kita sajalah. Kita terpisah oleh jarak yang begitu menghalangi kita berbicara dengan saling menatap. Kita sama-sama sibuk dengan kepentingan. Kamu sibuk dengan urusanmu dan aku sibuk dengan urusanku. Bukankah kemarin kamu baik-baik saja? Kamu masih memberi sekedar emoticon smile di setiap pesan yang kau kirim untukku. Masih mengingatkanku untuk ibadah. Masih sesekali menanyaiku apakah aku sudah makan. Mengapa kamu berubah begitu cepat? Memutuskan hubungan tanpa merundingkannya denganku, karena aku sibuk? Tak punya waktu? Loh bukankah kamu juga begitu? Kamu juga selalu sibuk kan? Tolonglah pahami aku. Jika alasanmu hanya karena aku tak memperhatikanmu, aku yang selalu sibuk dengan urusanku, berarti kamu adalah pria yang egois bukan? Ingin selalu diperhatikan tanpa pernah bisa memahami keadaanku? Alasanmu sama sekali tak adil untukku.
Jangan bilang kalau alasan sebenarnya kita putus, hanyalah karena tasbih yang kugenggam dan salib yang tergantung di kalung yang kau pakai? Lagi-lagi kita membahas perbedaan ini. Kau pikir dulu aku siap, menjalin hubungan bersama pria yang jelas-jelas berbeda denganku? Kau pikir dulu aku sanggup, menjadi bahan cemoohan teman-temanmu? Dan kau pikir aku baik-baik saja, ketika dulu kau meyakinkanku mengenai hubungan ini dan sekarang malah kau menghempaskanku layaknya sampah? Aku sakit, sangat sakit.
Aku kebasahan, karena hujan di luar. Mungkin waktu itu hujan menertawakanku. Mereka tertawa, bagaimana aku bisa percaya pada pria pengingkar sepertimu. Menangis bersama tawaan hujan. Apalagi melihat foto kita berdua terpampang di wallpaper handphone-ku, seakan ingin sekali membantingnya. Aku kedinginan dalam tangis, tak punya banyak pelukan hangat. Bukan pelukan nyata memang, hanya dari pesan singkatmu yang dulu dapat menghangatkanku. Sekarang? Mimpi sia-sia.
Jujur, aku belum siap berpisah. Melepas segala hal indah bersamamu. Meninggalkan segala kenangan manis bersamamu. Melupakan senyumanmu. Bahkan menghapus pesan singkatmu yang sudah dari setahun lebih pun aku benar-benar tak sanggup. Bagaimana bisa melupakan semudah itu? Mungkin disaat aku menangis terjerit, kamu sudah bisa tidur pulas. Kamu sudah bisa melupakannya? Hebat sekali. Kalau begitu tolong, aku sangat minta tolong, tolong ajari aku melupakan. Ajari aku lupa caranya menangis, ajari aku meluakan segalanya tentang kita. Bahkan jika bisa, putarlah waktu dan hapus moment dimana kita bertemu untuk pertama kali. Tolong. Tapi kamu tak bisa.
Aku menulis ini ketika adzan subuh berkumandang, ketika mungkin lonceng gerejamu juga berbunyi? Sampai detik ini kamu masih jadi segalanya buatku, masih jadi penguni kekosongan hati. Namun walaupun pesan itu adalah pesan singkat terakhir darimu, aku harus tetap melupakan. Walau sulit. Walau butuh waktu lama. Aku akan mencobanya. Semoga kamu mendapat seseorang yang SAMA sepertimu, yang tak berbeda seperti aku, yang bisa lebih memperhatikanmu, yang bisa jadi segalanya bagimu, yang bisa jadi pasangan sempurna untukmu. Maaf jika aku belum bisa menjadi sosok itu. Selamat tinggal.
dari aku yang sekarang mantanmu
yang kau bilang selalu tak punya waktu
yang tak bisa memperhatikanmu
yang tak sesempurna yang kau mau