Thursday, January 23, 2014

(lagi-lagi) PERBEDAAN

Dulu kamu adalah satu-satunya sosok yang selalu ada disaat aku mebutuhkan sandaran. Dulu kamu selalu membuatku menorehkan senyum setiap hari. Dulu sosokmu selalu melintas di fikiranku, siang malam selalu saja seakan tak pernah absen. Tapi sayang, itu hanya sebatas dulu. Tak ada lagi masa sekarang, masa dimana aku masih menjadi yang segalanya buatmu. Kamu pergi tanpa alasan yang jelas. Kau tau? Ketika kemarin malam kamu memutuskan secara sepihak mengenai hubungan kita? Malam itu aku baru saja pulang dari suatu tempat yang memberiku banyak sekali kelelahan. Berlari di bawah hujan, berharap ketika pulang kau akan mengirimiku sekedar pesan singkat yang manis, seperti yang biasa kau lakukan setiap malam. Namun nampaknya, itu pertama kalinya kita berbeda feeling. Jangankan pesan singkat manis, kau malah memberiku kata-kata "kita putus, ini semua salahmu. maaf, kita cukup sampai disini."

Kau pikir lelahku akan hilang ketika membaca itu? Tak bisakah kau sedikit memahami akan kepentingan kita berdua?

Mas, oke aku tahu disini aku memang salah. Tapi tak bisakah kau sedikit saja memahamiku? Minimal memahami kita sajalah. Kita terpisah oleh jarak yang begitu menghalangi kita berbicara dengan saling menatap. Kita sama-sama sibuk dengan kepentingan. Kamu sibuk dengan urusanmu dan aku sibuk dengan urusanku. Bukankah kemarin kamu baik-baik saja? Kamu masih memberi sekedar emoticon smile di setiap pesan yang kau kirim untukku. Masih mengingatkanku untuk ibadah. Masih sesekali menanyaiku apakah aku sudah makan. Mengapa kamu berubah begitu cepat? Memutuskan hubungan tanpa merundingkannya denganku, karena aku sibuk? Tak punya waktu? Loh bukankah kamu juga begitu? Kamu juga selalu sibuk kan? Tolonglah pahami aku. Jika alasanmu hanya karena aku tak memperhatikanmu, aku yang selalu sibuk dengan urusanku, berarti kamu adalah pria yang egois bukan? Ingin selalu diperhatikan tanpa pernah bisa memahami keadaanku? Alasanmu sama sekali tak adil untukku.

Jangan bilang kalau alasan sebenarnya kita putus, hanyalah karena tasbih yang kugenggam dan salib yang tergantung di kalung yang kau pakai? Lagi-lagi kita membahas perbedaan ini. Kau pikir dulu aku siap, menjalin hubungan bersama pria yang jelas-jelas berbeda denganku? Kau pikir dulu aku sanggup, menjadi bahan cemoohan teman-temanmu? Dan kau pikir aku baik-baik saja, ketika dulu kau meyakinkanku mengenai hubungan ini dan sekarang malah kau menghempaskanku layaknya sampah? Aku sakit, sangat sakit.

Aku kebasahan, karena hujan di luar. Mungkin waktu itu hujan menertawakanku. Mereka tertawa, bagaimana aku bisa percaya pada pria pengingkar sepertimu. Menangis bersama tawaan hujan. Apalagi melihat foto kita berdua terpampang di wallpaper handphone-ku, seakan ingin sekali membantingnya. Aku kedinginan dalam tangis, tak punya banyak pelukan hangat. Bukan pelukan nyata memang, hanya dari pesan singkatmu yang dulu dapat menghangatkanku. Sekarang? Mimpi sia-sia.

Jujur, aku belum siap berpisah. Melepas segala hal indah bersamamu. Meninggalkan segala kenangan manis bersamamu. Melupakan senyumanmu. Bahkan menghapus pesan singkatmu yang sudah dari setahun lebih pun aku benar-benar tak sanggup. Bagaimana bisa melupakan semudah itu? Mungkin disaat aku menangis terjerit, kamu sudah bisa tidur pulas. Kamu sudah bisa melupakannya? Hebat sekali. Kalau begitu tolong, aku sangat minta tolong, tolong ajari aku melupakan. Ajari aku lupa caranya menangis, ajari aku meluakan segalanya tentang kita. Bahkan jika bisa, putarlah waktu dan hapus moment dimana kita bertemu untuk pertama kali. Tolong. Tapi kamu tak bisa.

Aku menulis ini ketika adzan subuh berkumandang, ketika mungkin lonceng gerejamu juga berbunyi? Sampai detik ini kamu masih jadi segalanya buatku, masih jadi penguni kekosongan hati. Namun walaupun pesan itu adalah pesan singkat terakhir darimu, aku harus tetap melupakan. Walau sulit. Walau butuh waktu lama. Aku akan mencobanya. Semoga kamu mendapat seseorang yang SAMA sepertimu, yang tak berbeda seperti aku, yang bisa lebih memperhatikanmu, yang bisa jadi segalanya bagimu, yang bisa jadi pasangan sempurna untukmu. Maaf jika aku belum bisa menjadi sosok itu. Selamat tinggal.





dari aku yang sekarang mantanmu
yang kau bilang selalu tak punya waktu
yang tak bisa memperhatikanmu
yang tak sesempurna yang kau mau

Wednesday, January 22, 2014

INI CINTAKU

Aku cinta kamu
Bukan suatu kata yang mudah untuk diungkapkan
Karena ada gengsi, rasa takut, atau mungkin malu?
Aku mencintaimu tulus
Tanpa  harus tau apakah kamu punya rasa yang sama buatku?
Aku mencintaimu ikhlas
Tanpa memaksa kamu berada di sisiku
Asalkan bisa melihatmu tersenyum, aku sudah merasa bahagia
Aku mencintaimu sepenuh hati
Karena apa adanya dirimu
Cintaku untukmu adalah cinta yang tak kan pernah meminta
Cinta ini menyakitkan
Karena saat-saat yang ku lalui
Adalah saat-saat dimana aku menunggu kepekaanmu
Ingin rasanya menyerah, tapi hatiku masih sanggup
Ingin rasanya berkata selamat tinggal, tapi aku masih ingin mencoba
Ingin rasanya mengucap “aku tidak mencintaimu lagi”, tapi tetap saja tak bisa melupakan
Hal yang paling menyedihkan
Adalah menemukanmu sebagai seseorang yang berarti dalam hidupku
Karena dengan menemukanmu, suatu saat aku harus kehilangan
Percuma saja
Aku tak tau sejak kapan perasaan ini ada
Dan sampai kapan aku bisa melupakannya?
Yang aku tau, aku cinta kamu
Dan aku tidak menyatakan ini
Karena aku akan tau, bahwa kau datang hanya untuk pergi
Aku tidak menyatakan ini
Karena akan menemukan bahwa kamu bukan buatku
Aku tidak menyatakan ini
Karena aku tahu kamu tidak akan berkata “iya”
Memilikimu adalah suatu mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan
Menjalani hidup bersamamu adalah suatu masa depan yang tidak akan pernah terwujud
Menginginkanmu adalah mimpiku yang sia-sia
Cinta tak harus memiliki bukan?
Itulah cintaku padamu
Terimakasih atas perasaan ini
Karena mencintaimu adalah hal terhebat yang pernah kurasa

Sunday, January 12, 2014

Aku Mencintaimu Diam-Diam

Sejak awal aku melihatmu, aku merasa ada rasa aneh dalam hatiku. Kuperhatikan terus menerus sosokmu yang kian lama kian lekat di kepalaku. Lucu, entah mengapa semenjak itu aku mulai mencari semua yang berkaitan dengan dirimu. Tempat tinggalmu, akun jejaring sosialmu, dan semua yang berkaitan tentang dirimu. Beda, itu yang kurasakan. Kamu hadir membawa banyak perubahan dalam hari-hariku. Kamu mewarnai hitam-putih hidupku dengan mengisi ruang kosong di hatiku.

Layaknya mentari sedang menyinari bunga-bunga bermekaran, yang tak menyentuh sama sekali, tapi sinarnya sangat terasa bagi kuntum-kuntum bunga bermekaran itu. Begitu juga dengan kamu, kamu tak pernah melaukan sesuatu terhadap diriku. Tapi kau tau? Dengan kau menorehkan senyum tipis di bibirmu saja, aku sudah merasa bahagia. Aku juga ikut tersenyum, diam-diam. Meskipun senyummu tak tertuju untukku. 

Kita memang tak saling mengenal. Aku mengenalmu, tapi kamu? Mengenaliku? Mustahil. Tangan kita tak pernah saling menjabat untuk menyimbolkan bahwa kita sedang berkenalan. Jangankan berkenalan, kamu melihatkupun jarang. Aku memang bukan perempuan yang menarik, dibandingkan gadis-gadis yang lainnyapun, mungkin aku tidak ada apa-apanya. Maka dari itu, aku hanya bisa memperhatikanmu diam-diam dari kejauhan. Kurasa itu lebih baik. Kamu berbeda dengan laki-laki yang lain. Kamu tenang. Ketenanganmu membuatku sering termenung. Termenuh dalam indahnya akhlakmu, termenung dalam manisnya lisanmu, termenung dalam tenangnya pandanganmu semuanya kurasa sempurna. 

Berawal dari hanya ketertarikan semata, aku sering merasa takut. Takut kehilanganmu. Tak melihatmu sebentar saja, aku dihajar rasa rindu. Aku berusaha untuk memahami apa yang kurasakan, hingga aku menyadari bahwa aku, jatuh cinta. Tentu saja, jatuh cinta diam-diam. Pernah terlintas di fikiranku, aku tertarik padamu saja itu diam-diam. Apa iya aku mencintaimu harus secara diam-diam juga? Cemennya aku, aku tak berani mengungkapkan perasaan yang hanya butuh keberanian kecil ini di depanmu. 

Di depanmu? Mengungkapkan perasaan? Lewat di depanmu saja rasanya seperti ada perang dihatiku, hingga membuat hatiku berdegup sangat kencang, kakiku gemetar dan wajahku memucat. Aku seorang perempuan, yang menurut banyak orang tak berhak menungkapkan perasaan lebih dulu. Aku tak ingin dianggap sebagai perempuan yang agresif. Itu alasan mengapa aku terus menerus memendam perasaan ini. Tapi aku bahagia jika harus mencintaimu diam-diam, karena aku lebih bisa menikmati cinta yang tulus ini. 

Menyapamu dalam setiap doaku dan menyebutmu dalam setiap hamparan sajadahku saja, itu sudah cukup. Aku bertahan, bertahan jika suatu saat aku melihatmu bersama wanita lain. Karena aku pun tak berhak marah di depanmu. Memangnya siapa aku ini? Kekasihmu? Bodoh. Muncul di mimpimu saja aku sudah sangat bersyukur. Mungkin aku hanya akan menangis dan menyesali kebisuan hatiku. Hingga aku lelah mencintaimu diam-diam. Hingga aku lelah menanti hatimu yang tak kunjung peka. Tapi sejatinya, aku sangat memimpikan perkenalan kita, agar kamu sadar bahwa aku, mencintaimu.

PERBEDAAN

Saat kita saling jatuh cinta, bukankah kita menganggap bahwa perbedaan tidak akan menggoyahkan cinta kita? Kau ingat? Saat kau bilang “aku mencintaimu, aku tak peduli dengan perbedaan antara kita, karena cinta tidak memandang perbedaan”. Sekarang, mana bukti dari pernyataanmu dulu? Mengapa sekarang kau tiada di sampingku? Mengapa sekarang aku tidak pernah melihat wajahmu lagi? Mengapa sekarang kau malah meninggalkanku ketika aku sudah bisa memahami perbedaan antara kita? 

Iya, aku sudah bisa memahami perbedaan antara kita tapi kau malah meninggalkanku tanpa perasaan. Sekarang cinta yang kau berikan untukku, berubah menjadi luka. Inikah caramu menyakitiku? Mengapa? Karena kita berbeda? Kau panggil Tuhan dengan sebutan berbeda, salahkah? Salahkah jika aku mencintai seseorang yang kitab sucinya tak sama dengan yang kubaca? Salahkah jika aku mencintai seseorang yang tempat ibadahnya tak sama dengan tempat ibadahku? Salahkah jika seseorang yang menggenggam tasbih dan seseorang yang menggenggam salib saling jatuh cinta? Salahkah jika aku menengadahkan tangan sedangkan kau melipatkan tangan? 

Akankah Tuhan marah dengan kisah cinta kita? Lalu mengapa Tuhan menciptakan perbedaan, jika perbedaan itu malah mempersulit umatnya? Bukankah Tuhan sayang dengan semua umatnya? Andai aku tau kemana aku harus menemui Tuhanmu, aku akan sampaikan pada-Nya bahwa aku mencintai satu umatnya, yaitu kamu. Memang, Tuhan memang satu, kita yang tak sama, kita berbeda. Tapi bukankah perbedaan itu akan membuat kisah cinta kita semakin berwarna? Bukankah perbedaan itu malah menjadi semangat kita untuk lebih memperokokoh kita? 

Tolong, tolong jangan bersikap payah. Kita pasti bisa melalui ini semua. Kau bilang, hanya takdir kan dapat memisahkan kita? Kau meninggalkanku, apa itu takdir? Bukan! Kau hanya takut, takut dengan bagaimana kita kedepannya. Apa kau berfikir, cinta kita akan terhalang dengan perbedaan agama? Haruskah kita memandang perbedaan agama? Disaat cinta bisa melakukan dan merubah segalanya? Beda agama, beda suku, beda prinsip, beda tujuan, untuk apa? Jika dengan cinta, dua hal yang berbeda dapat bersatu. Dan kau ingin menyerah begitu saja? 

Aku merindukanmu. Aku mencintaimu dengan segala perbedaan antara kita. Aku ingin bahagia bersamamu, begitu juga denganmu bukan? Mari kita buktikan pada mereka bahwa cinta kita tangguh dengan adanya perbedaan ini. Kumohon, kembalilah. Kita akan melaluinya bersama-sama. Asal tangan kita saling menggenggam erat dan hati kita menyatu, kita akan melawan perbedaan itu, dengan kekuatan cinta kita. 

Friday, January 10, 2014

Kenangan di Persimpangan Jalan

Siang itu, teriknya matahari seakan benar-benar menembus kulitku. Sembari kakiku tetap mengayuh pedal sepedaku, otakku masih dibawah naungan tugas-tugas sekolah yang.. entahlah. Di sudut lain, ternyata kamu masih berdiam di sana ---- di hatiku. Itu membuat sengatan matahari seketika berubah menjadi embun nan sejuk. Kamu pasti berfikir bahwa aku terlalu berlebihan. Aku pun juga tidak tahu mengapa. Mungkin apa karena aku benar-benar menyukaimu?

Ketika aku melebur dalam candaan bersama temanku, sesekali aku menengok ke belakang, sambil berharap mataku menangkap sosokmu. Namun untuk yang pertama kali, ternyata aku tak berhasil. Hingga beberapa menit kemudian, hatiku berkata seakan memberi firasat yang seketika membuat kepalaku berbalik dan retina mataku menangkap bayanganmu. Kali ini tak semu. Kali ini nyata. Benar-benar nyata.

Seketika itu juga teriknya panas, letihnya otot kaki dan bayangan tugas di otak, semua berubah menjadi semangat. Secara tidak langsung, hanya karena kehadiranmu, membawa dampak besar untukku. Aku bahagia, aku senang, aku semangat, aku menyatu dalam jiwamu, tenang. Hingga aku tak sadar bahwa ternyata aku sudah di penghujung jalan berpisah dengan teman candaku. Kamu juga berhenti disana, melihat kanan kiri sembari kamu hendak menyebrang jalan. Aku juga.

Sampai nampaknya keadaan memungkinkan untuk menyebrang, tak kusangka ternyata kita melakukannya bersama. Hanya saja gang kita berbeda. Diujung jalan bersama, di tengah jalan bersama, hingga sampai di gang masing-masing pun tetap bersama. Sungguh benar-benar indah siang itu. Mungin gerakan kaki kita saat memedal juga sama. Dan itu benar-benar sungguhan.

Ini yang paling indah dan menyenangkan. Di sebuah jalan kecil yang menghubungkan gang rumah kita, ternyata kita sama-sama sampai di titik itu. Dan mata kita bertemu. Sayangnya kupikir kita terlalu canggung untuk saling melempar senyum. Tapi dengan mata kita bertemu saja, aku sudah sangat sangat sangat bahagia. Mulai saat itu sampai aku tiba di rumah, aku tak henti memejamkan mata dan meyakinkan pada diriku, bahwa itu nyata. Itu nyata. Aku tak akan pernah bisa dan ingin melupakan itu. Kenangan di persimpangan jalan.