Monday, May 11, 2015

Catatan Singkat di Ujung Senja

Semuanya terasa singkat bukan?
Ketika tawa dan letih yang telah kamu lalui di siang tadi, menjadi kawan yang membersamai langkahmu di bawah terik, kupikir aku ingin menjadi serupa dengan pohon yang melambaikan kanopinya, berharap kamu akan menoleh, lantas melangkah menepi menujuku yang sudah sejak lama ingin meneduhimu.
Lantas ketika angin datang membawa kabar yang menelisik awan yang menggulung di atas sana, kupikir aku ingin serupa dengan payung yang akan meneduhimu dari tetesan air hujan yang selanjutnya akan membersamai langkahmu.
Nyatanya, kamu tak akan mungkin menghentikan langkahmu ketika hujan turun, maka aku tak pernah berharap menjadi serupa kedai kopi di ujung jalan sana, yang akan dengan setia menunggumu untuk berteduh, menawarkan hangat dibalik secangkir cokelat panas yang asapnya mengepul dan mewangi.
Cukup menjadi serupa payung yang akan membersamai langkahmu, membelah hujan, menciptakan riak indah di sepanjang jalan yang kamu lalui, menjadi satu-satunya yang kamu genggam erat.
Pun ketika langkahmu mulai terasa berat, seusai menunaikan semua kewajibanmu di siang tadi, kupikir, tak ada salahnya jika aku berharap ingin serupa senja, senja yang singkat, senja yang hangat, senja yang mampu merekahkan senyuman di sudut bibirmu, hingga hilang letihmu.
Serupa dengan pohon di waktu terik, dengan payung di waktu hujan, dengan senja di penghujung hari.
Aku begitu singkat bukan?
Namun, terkadang yang singkat itu terasa jauh lebih indah.
Tidakkah kamu sadar? Aku hanya ingin membersamai langkahmu, bahkan ketika aku sama sekali tak mengetahui seberapa lama lagi sisa waktu yang kumiliki, rasanya akan terasa jauh lebih singkat ketika aku membaginya bersamamu.
Hey..
Siapapun “kamu” yang “akan” muncul di ujung jalan sana, kupastikan aku masih menunggu, dengan sisa waktuku yang singkat ini.


REBLOGGED FROM Nurul Ghaida Tsani Wiratami 

Saturday, April 11, 2015

Cerita Tiga Hati

Aku jatuh cinta. Tapi pada seseorang yang tidak bisa menerima cintaku. Orang itu adalah kamu. Mungkin kamu tak tau; aku berdiri di sini sudah sangat lama. Diam-diam melihat senyummu yang berhasil membuatku merasa rindu, saat jeda itu menghampiri.

Aku tak bisa mengintip isi kepalamu dan menebak apa yang tengah kau rasakan. Tapi aku masih ingin berada di sini, sambil berharap suatu hari nanti kamu menghancurkan sekat itu. Tak apa, biar aku mencintaimu dari sini saja. Tenang, cintaku tak akan membahayakanmu.

Seandainya kamu tau, aku selalu menunggu saat langkahmu terhenti karena merindukanku. Tapi, aku mungkin terlalu berharap. Dan ternyata bagian paling menyedihkan adalah saat aku mengetahui harapanku pelan-pelan harus rontok, karena kamu masih menginginkannya–itu sangat…sangat…sangat…mengoyakkan hati, kamu tau? Iya, hatiku.

Kita sebatas teman, aku tau itu.Kamu masih mencintainya, aku tau itu.Aku menyayangimu, ah kamu tidak perlu tau itu.

Ketika kamu sama sekali tidak mengetahui hatiku, dia datang. Dia yang menarik perhatianku, tapi entah kenapa seluruh sebab selalu berhenti di kamu. Dia sama baiknya sepertimu tapi tentu saja aku tidak bisa membandingkannya denganmu.

Aku dan dia sudah terbiasa bersama. Dia hadir menghangatkan bayang kosong di sisiku. Aku tau dia mencintaiku, tapi selalu kuingatkan padanya agar tidak mengharapkan cinta yang indah dariku. Aku hanya tak bisa meninggalkan cintaku padamu.

Hal yang paling sulit di dunia ini adalah bagaimana meyakinkan seseorang bahwa ada cinta untuknya. Kamu, aku, dia tau itu. Mencintaimu bukanlah pilihan, tapi hal yang tak bisa aku cegah. Dicintainya adalah anugrah, tapi tak bisa kubalas. Dia tidak akan pernah bisa menemukan hatiku, karena hanya kamu yang bisa. Cuma kamu. 

Katakan aku gila. Memang.
Katakan aku jahat. Memang.
Karena tanpa sadar, saat ini aku tengah mencintai seseorang yang menyakitiku sekaligus menyakiti orang yang mencintaiku.



REBLOGGED FROM kunamaibintangitunamamu.tumblr.com

Monday, February 16, 2015

Pertama Kali Bertemu Fano


Sore tadi saya menemani keponakan saya ke minimarket. Berhubung saya tipe orang yang super males diajak muter-muter belanja, saya memutuskan menunggu di depan sambil duduk di atas motor. Kebetulan minimarket ini dekat dengan lampu merah, jadi cukup ramai saat itu.

Perhatian saya tertuju ke seorang laki-laki, lebih tepatnya anak sekolah seumuran saya yang nampaknya baru pulang sekolah, memakai salah satu seragam SMA yang cukup terkenal di kota saya saat itu. Sayangnya ada satu hal yang merusak penampilannya saat itu, yaitu sebatang rokok di tangannya yang ia hisap beberapa kali sambil menunggu lampu hijau. Yang ada di pikiran saya waktu itu adalah; dia nakal.

Kemudian saya alihkan pandangan saya ke handphone. Mengecek beberapa media sosial, hitung-hitung mengusir kebosanan. Sekitar 2 menit saya main hp, tiba-tiba ada motor yang parkir tepat di samping motor saya. Setelah saya tengok, ternyata laki-laki itu. Iya, laki-laki yang barusan saya ceritakan. Dia lepas helm, turun dari motor, kemudian  

"Mbak saya boleh minta tolong?"
"Saya?"
"Iya kan saya liatnya ke sampean"
"Minta tolong apa, Mas?"
"Tolong jagain motor saya bentar aja. Saya mau ke seberang."


Saya agak kaget juga, kenapa harus ke saya? Maksudnya, di tempat itu ada tukang parkir. Dan sebenarnya ya tinggal parkir aja, ditinggal bentar, pas balik bayar ke tukang parkir, selesai. Apa jangan-jangan dia tau kalau tadinya saya ngomongin dia dalam hati? 

"Loh lha Mas nya mau kemana? Soalnya bentar lagi saya mau pulang" 
"Bentar aja kok, saya mau ke seberang bentar."
"Ee gimana ya Mas"
"Bentar aja beneran.."
"Yaudah saya jagain motornya."
"Makasih ya, beneran kok cuma bentar."
"Iya"


Karena ekspresi wajahnya menunjukkan "beneran cuma sebentar" , oke deh saya jagain. Saya kira dia mau beli rokok atau sesuatu di seberang jalan. Tapi ternyata dugaan saya salah.

Saya lihat dia menghampiri sepasang kakek nenek yang sudah cukup renta, kelihatannya mau menyeberang jalan tapi kesulitan. Tidak ada satu kendaraan pun yang mau ngalah buat berhenti atau minimal pelan dan kasih kesempatan si kakek nenek ini untuk menyeberang. Sampai datanglah si laki-laki yang saya tidak tau namanya itu untuk membantu mereka. Such a good person.

Berhasil lah mereka nyeberang dan mereka berhenti di depan minimarket tempat saya nunggu keponakan dan jagain motor laki-laki itu. 

Tiba-tiba laki-laki itu membuang rokok yang menurut saya masih terlalu panjang untuk dibuang. Sebenci-bencinya saya ke asap rokok, saya lebih benci sama orang yang suka mubazir. Saat itu saya refleks bilang "Loh?" lalu dia hanya mengangkat kedua alisnya ke arah saya.

Setelah buang rokok, dia sedikit berbincang dengan kakek nenek ini. Tidak bermaksud menguping, karena nada suara mereka cukup keras, sehingga saya tau apa yang diperbincangkan. Ternyata beliau ini habis jual sesuatu kaya semacem jamu yang cuma ada di daerah mereka, mereka jual ke pasar, dan waktu itu mereka mau pulang. Daerah beliau ini cukup jauh dari kota. Lalu si laki-laki ini langsung mencari-cari angkutan umum untuk mereka pulang, dan itu cukup lama karena udah terlalu sore juga, jadi angkutan udah mulai jarang. Tapi alhamdulillah akhirnya ketemu satu angkutan yang rencananya melewati daerah rumah kakek nenek ini. Alhasil si kakek dan nenek bisa pulang naik angkutan, dengan tidak lupa bilang makasih ke laki-laki itu. 

Satu hal yang saya sadari saat itu adalah: oh jadi itu tadi dia buang rokoknya biar sopan pas tanya/ngomong sama si kakek. 

Dan saya juga sempet geregetan sama diri saya sendiri karena lagi-lagi saya menilai orang hanya dari tampilan luarnya. 

 Lalu laki-laki itu menghampiri saya,

"Makasih udah jagain motor saya."
"Iya sama-sama."
"Makasih juga udah mau bantuin nyari kendaraan."
"Iya sama-sama kok."
"Maaf lumayan lama, tadi saya bilangnya bentar."
"Nggak pa pa, Mas. Lagian saya juga belum pulang ternyata."
"Iya"
"Tapi kayaknya sampean kudu bayar parkir deh, ada tukang parkirnya dari tadi ngeliatin."
"Oh iya iya"

Dia hampirin tukang parkir, kasih uang. Terus balik lagi ke motornya. 

"Rumahnya deket? Kok saya liat ga pake helm?"
"Iya kebetulan deket."
"..." 

Masih hening.

"Oiya dari tadi kita Mbak Mas terus, nama kamu siapa?"

"Iya aku Septiana panggil  Septi aja"


Di sela-sela, kakak keponakan saya udah selesai belanja, dan langsung ngajak pulang. 

"Yaudah saya balik duluan, udah selesai belanjanya."

"Oh iya, makasih ya sekali lagi, saya juga mau pulang"
"Iya sama-sama." 


Motor udah mau jalan, tiba-tiba dia bilang,

"Oh iya Sep, nama saya Fano. Salam kenal."

Kok saya tadi nggak kepikiran ya kalo pas kenalan ternyata dia belum nyebutin nama. Oh jadi namanya Fano. 

"Iya Fano, salam kenal."


Tuesday, February 10, 2015

Wanita, Pahamilah Ini

Sebuah Ringkasan dari Salim A Fillah
Pertama
Satu hal yang seringkali dilupakan oleh banyak wanita adalah bahwa kemuliaan wanita tidak bergantung pada laki-laki yang mendampinginya.
Tahu darimana? Allah meletakkan nama dua wanita mulia dalam Al Quran, Maryam dan Asiyah. Kita tahu, Maryam adalah wanita suci yang tidak memiliki suami, dan Asiyah adalah istri dari manusia yang sangat durhaka, Firaun. Apakah status itu mengurangi kemuliaan mereka? No!
Itulah mengapa, bagi wanita di zaman Rasulullah dulu, yang terpenting bukan mendapat jodoh di dunia atau tidak, melainkan bagaimana memperoleh kemuliaan di sisi Allah.
Kedua
Bicara jodoh adalah bicara tentang hal yang jauh: akhirat, surga, ridha Allah, bukan semata-mata dunia.
Ketiga
Jodoh itu sudah tertulis. Tidak akan tertukar. Yang kemudian menjadi ujian bagi kita adalah bagaimana cara menjemputnya. Beda cara, beda rasa. Dan tentu saja, beda keberkahannya.
Keempat
Dalam hal rezeki, urusan kita adalah bekerja. Soal Allah mau meletakkan rezeki itu dimana, itu terserah Allah. Begitupun jodoh, urusan kita adalah ikhtiar. Soal Allah mau mempertemukan dimana, itu terserah Allah.
Kelima
Cara Allah memberi jodoh tergantung cara kita menjemputnya. Satu hal yang Allah janjikan, bahwa yang baik untuk yang baik. Maka, mengupayakan kebaikan diri adalah hal utama dalam ikhtiar menjemput jodoh.
Keenam
Dalam urusan jodoh, ta’aruf adalah proses seumur hidup. Rumus terpenting: jangan berekspektasi berlebihan dan jangan merasa sudah sangat mengenal sehingga berhak menafsirkan perilaku pasangan.
Ketujuh
Salah satu cara efektif mengenali calon pasangan yang baik adalah melihat interaksinya dengan empat pihak, yakni Allah, ibunya, teman sebayanya, dan anak-anak.
Kedelapan
Seperti apa bentuk ikhtiar wanita?
1. Meminta kepada walinya, sebab merekalah yang punya kewajiban menikahkan.
2. Meminta bantuan perantara, misal guru, teman, dll. Tapi pastikan perantara ini tidak memiliki kepentingan tertentu yang menyebabkannya tidak objektif.
3. Menawarkan diri secara langsung. Hal ini tidak dilarang oleh syariat.Bisa dilakukan dengan menemuinya langsung atau melalui surat dengan tulisan tangan. Konsekuensi satu: Ditolak. Tapi itu lebih baik daripada digantung.
Kesembilan
Bagaimana jika ada pria yang datang pada wanita, menyatakan rasa suka, tapi meminta ditunggu dua atau tiga tahun lagi? Perlukah menunggu? Sabar itu memang tidak ada batasnya. Tapi ada banyak pilihan sabar. Silakan pilih. Mau sabar menunggu, atau sabar dalam merelakannya. Satu hal yang pasti, tidak ada jaminan dua tiga tahun lagi dia masih hidup. Pun tidak ada jaminan kita bisa menuntut jika dia melanggar janjinya, kecuali dia mau menuliskan janjinya dengan tinta hitam diatas kertas putih bermaterai.
Kesepuluh
Bagaimana jika ada pria yang jauh dari gambaran ideal seorang pangeran tapi shalih datang melamar? Bolehkah ditolak?
"Tanyakan pada hatimu: Mana di antara semua faktor itu yang paling mungkin membawamu dan keluargamu ke syurga."
Salim A. Fillah

Monday, February 9, 2015

RAHASIA

Haloo dan selamat pagi, Tuhan kesayangan
Sedang sibuk?
Tentu saja
Tapi jika boleh,
Ku beritahu Engkau satu rahasia
Nib lake hubbad ro labuan dara jaki nib dra werdani mernaluyania, Tuhan.
Golerua nib manghikam hubbad lalan fifar?
Goler ro nua nib, Tuhan..
Sengaja aku tulis dalam bahasa yang tak satupun dari miliaran manusia di atas permukaan jagad raya yang tak terhingga ini mengerti, agar ia tetap menjadi rahasia.
Sebab rahasia, bukanlah lagi rahasia jika ada yang tahu.
Tapi Engkau spesial,
Tak ada satupun dari miliaran rahasia yang mengada di bawah sinar matahari, tak tersingkap tirainya di hadapanmu.
Engkau Maha Tahu.
Karena itu rela kuberitahu Engkau satu rahasia.
Sebab rahasia, juga terlalu pedih rasanya, jika disimpan sendirian.
Salam Tersayang
Untukmu Tuhan

Sunday, February 8, 2015

Ar Rahman

Entah sejak kapan sangat menyukai salah satu surat dalam Al Quran ini
Ar Rahman,
Surat ke 55, berjumlah 78 ayat
Di dalam surat ini, disebut berulang kali
"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"

Disebutkan sebanyak 31 kali,
yaitu di ayat ke 13, 16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, dan 77

Iseng-iseng,
karena disebutkan 31 kali,
saya membuka surat ke 31 dalam Al Quran,yaitu surat Luqman
Di sana terdapat ayat yang berbunyi
"Tidaklah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran)-Nya bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur"

Seketika saya berfikir,
Allah menunjukkan kepada kita bahwa kapal bisa berlayar di laut sesungguhnya adalah satu dari tanda kebesaran Allah dengan bentuknya yaitu berupa nikmat.

Jadi, nikmat Tuhan mana yang akan kita dustakan? Tanda-tanda kebesaran Allah yang ada, hanyalah bisa kita lihat, tidak kita dustai, kita anggap sebagai nikmat, jika kita termasuk dalam golongan yang sabar dan banyak bersyukur.

Iseng-iseng lagi,karena Ar Rahman merupakan surat ke 55
saya menjumlahkan 5+5 = 10
dan membuka surat ke 10, yaitu surat Yunus
Salah satu ayat menyatakan bahwa
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. Mereka di dalam surga yang penuh kenikmatan, mengalir di bawahnya sungai-sungai.”

“Doa mereka di dalamnya ialah,”Subhanakallahumma” (Maha Suci Engkau, ya Tuhan Kami), dan salam penghormatan mereka ialah, “Salam (salam sejahtera). Dan penutup doa mereka ialah, “Al-hamdu lillahi Rabbil ‘alamin,” (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam)”

Lagi-lagi, saya menemukan kata “nikmat” di dalamnya.
Nikmat yang didapat oleh orang-orang yang beriman, berbuat baik, bersabar, dan bersyukur.
Itu saja baru sedikit dari beberapa surat yang ada di Al Quran
nikmat Tuhan yang mana yang kita dustakan
ketika bisa mempelajari Al Quran seperti ini

Semoga kita bisa selalu bersyukur atas segala nikmat
yang diberikan oleh Sang Maha Pemurah Allah Subhanahuwata’ala
image
 Text

UNTUKMU, SEMOGAKU

Surat ini adalah satu dari banyak suratku untukmu, tapi ini adalah satu-satunya surat yang kuingin bisa sampai di tanganmu.
Begini, aku ingin kau tahu kalau aku sedang ketakutan. Tentang akan kemana kah kita, tentang apakah kita punya rencana yang sama, tentang apakah kita punya pemahaman kita yang sama.

Seperti yang kau bilang, aku adalah perempuan yang kuat. Aku berhasil bangkit dari segala jenis patah hati. Aku baik-baik saja. Hatiku masih utuh walaupun ada banyak lebam di sana sini. Aku masih bisa jatuh cinta sekali lagi. Lalu sekali lagi. Dan lagi.

Itu kemarin, sayang. Itu terjadi. Aku tak punya pilihan lain selain menjadi pemenang dan bangkit dengan senyum yang mengembang. Aku kuat? Oke, aku menerimanya sebagai pujian. Terima kasih. Katakanlah aku sekuat itu, tapi bukan berarti kau boleh sengaja melempariku batu. Katakanlah aku termasuk perempuan yang sabar, tapi bukan berarti kegirangan ketika dihajar.

Lelakiku, jangan sengaja membuatku jatuh cinta, sedang kau hanya sekedar ingin tinggal sementara. Kuatku habis, kali ini aku akan terjatuh dengan sisa nafas yang semakin menipis. Sabarku mati, kali ini aku akan berakhir menjadi perempuan yang tak berhati. Kau harusnya tahu, tak peduli sesering apapun aku patah hati, rasanya tetap saja bajingan.

Jadi, tolong pastikan sekali lagi. Aku ingin kau satu dan sampai nanti tetap dirimu. Bagaimana denganmu? Semoga kau punya semoga yang sama.

Iya, atau tidak sama sekali.




REBLOGGED FROM MELISALALALA.TUMBLR.COM

Sunday, January 11, 2015

PERGI (reblogged from MASGUN)

Aku, kita, dan setiap teman kita akan pergi. Pergi ke kehidupannya masing-masing dan mewujudkan impiannya. Apalagi di usia-usia seperti ini. Satu-per-satu teman pergi entah kemana, bahkan hilang kabarnya.

Aku paham. Aku pun pergi. Selepas meninggalkan tempat yang beberapa tahun ini ku tinggali. Bahkan meninggalkan teman-teman dan kenyamanan yang ada di sana. Aku mengerti. Setiap dari kita sedang sibuk dalam hidupnya. Setiap dari kita sedang berusaha keras mencapai impiannya. Sedang menekuni jalan hidupnya masing-masing. Aku hanya mendapat kabar dari teman yang lain atau dari laman media sosialnya. Bahwa satu-per-satu teman sedikit demi sedikit telah bergerak pasti ke arah impiannya.

Aku memahami. Bila teman-temanku kini sibuk bahkan pergi satu persatu. Aku tidak akan menahannya, aku akan mendukungnya. Mendukungnya untuk pergi ke kehidupannya dan mewujudkan apa yang telah menjadi citanya.

Aku merasakan yang demikian. Dukungan dari teman-teman yang akan membuat langkah pergi itu menjadi semakin kuat, menjadi semakin teguh. Karena aku tahu, setiap perpindahan itu berat. Meninggalkan sesuatu yang dicintai, nyaman, apalagi teman adalah sebuah pekerjaan yang sulit.

Tapi, demi kehidupannya, aku akan mendukungnya untuk memantapkan langkah kakinya. Mungkin, kita tidak akan bertemu untuk sekian lama, mungkin pula komunikasi kita akan terputus seiring kesibukan.

Aku hanya percaya bahwa kelak kita semua akan kembali bertemu. Bertemu dalam suasana haru dan saling menatap tak percaya atas apa yang telah kita raih bersama.
Kelak, ketika kehidupan itu telah tertanam kuat pondasinya. Ketika impian itu telah menjadi kenyataan. Kita akan kembali berkumpul dan saling bercerita. Anak-anak kita akan menjadi teman sebagaimana pertemanan kita hari ini.

Kini, mungkin kita semua akan kehilangan teman satu persatu. Tapi, kehilangan itu akan digantikan suatu hari nanti.

Aku menjadi belajar. Bila temanku kini akan pergi ke kehidupan dan impiannya. Aku tidak akan menahannya. Pertemanan bukan berarti harus selalu dekat dan bersama. Pertemanan itu saling mendukung dan menguatkan. Itu yang akan menjadi bekal silaturahmi kelak di kemudian hari.

Kala cerita hidup kita akan kita saksikan dan kita semua bisa berdiri tegap dengan impiannya masing-masing. Hari ini, berusaha keraslah. Pergilah ke impian dan kehidupan itu. Kemanapun langkah itu pergi. Tidak akan ada yang menahan, aku akan mendukungmu.
Sampai bertemu kembali di tahun-tahun tak terduga nantinya.