Monday, November 17, 2014

AKU MENGERTI

Aku takut bertanya padamu, sebab bila kubertanya sekali lagi mungkin lagi-lagi kau akan mematahkan sayap-sayap harapan itu. Sakit sekali ternyata, bila menitip harap namun tak tersampaikan harapnya. Sakit sekali.

Sama seperti kau yang bersikap baik kepada setiap orang. Setiap wanita, terutama. Tapi sedetik saja kepadaku? Mungkin tidak bisa. Baiklah, tak apa. Siapa aku ingin memaksa kau untuk baik kepadaku. Benar, siapa aku coba? Bahkan kau anggap teman pun tidak.

Yasudah. Tetap saja seperti itu. Tak perlu baik kepadaku, nanti aku jatuh lagi. Aku tak ingin jatuh. Sudah cukup selama ini. Jahati saja aku, seperti katamu dulu “Aku merasa banyak salah kepadamu”. Tak apa kok. Mungkin itu salah satu cara kau menjagaku. Untuk tidak lagi terjatuh.

Tak apa, aku mulai mengerti.

Saturday, November 15, 2014

Sabtu Malam, 7:18 p.m

Bagaimana dengan malammu kali ini?
Adakah bintang atau bulan yang menemanimu?
Malamku tampak sepi, tak ada bulan atau bintang yang menemani. Hanya rintik hujan dan beberapa kenangan tentangmu yang datang menghampiri.

Apakah kau masih menjadi penyuka kopi seperti yang kukenal dulu?

Kopi yang selalu kau hadirkan di antara kita, menjadi saksi dari semua cerita. Kopiku malam ini terasa berbeda, begitu pahit meski telah kutambah gula. Mungkin aku memang tak sepandai kau dalam meraciknya, dan mungkin mulai malam ini aku takkan meminumnya lagi.


Air mata menetes perlahan, karena kamu kutemukan lagi dalam cerita hidupku. Setelah kata pisah kita ucapkan bersama, menyisakan cinta dan luka juga kenangan yang tak mungkin kita lupa. Ada sebersit rasa sesal dalam hati, mengapa cerita kita terhenti saat cinta masih melekat di hati? Lalu aku mengerti, tak selamanya dua orang yang mencinta dapat hidup bersama.

Kamu, di mana pun berada semoga selalu bahagia meski tanpa kita.

Seperti Katamu, Menyebalkan

Aku akan tetap seperti ini, dingin dan kaku. Seperti katamu, menyebalkan. Aku tidak akan bersikap terlalu ramah. Mungkin terkesan tidak peduli. Seperti katamu, menyebalkan.

Setiap tutur kataku mungkin menyakitkan. Seperti tidak berperasaan. Sangat menyebalkan. Setiap tindakanku mungkin terlihat menjengkelkan. Seolah tidak memiliki kelemahlembutan. Seperti katamu, menyebalkan.

Kamu hanya tidak tahu. Aku memang sengaja menyebalkan. Agar kamu tidak menaruh apa-apa di dalam diriku, hatimu misalnya.

Aku tidak akan bersikap hangat dan terlalu ramah, kamu bukan siapa-siapa kan? Aku tidak akan sembarang memberi perhatian. Meski kamu menuntut diperhatikan, tapi siapa kamu. Teman hidupku? Bukan.

Aku jaga kamu dengan demikian. Jangan paksa aku untuk membuatmu jatuh hati. Jangan menitipkan apapun di tanganku karena aku bisa saja mematahkannya. Jangan memaksaku untuk begitu lemah lembut karena itu hanya untuk teman hidupku.

Aku menyebalkan bukan? Memang :)